SAMARINDA – Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Kaltim, Bagus Susetyo mendorong percepatan kesepakatan atas Rancangan Kebijakan Umum Anggaran Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2022, oleh DPRD dan Pemprov Kaltim dapat segera dilakukan. Karena ditargetkan APBD murni tersebut dapat segera disahkan sebelum tenggat waktu berakhir yakni sebelum 30 November 2021.
Diketahui, penandatanganan terhadap rancangan KUA-PPAS dijadwalkan pada Rapat Paripurna di pekan lalu, namun akibat masih terdapat beberapa hal-hal yang perlu dilakukan penyempurnaan sehingga tertunda, dan masih belum terjadwalkan kembali.
Bagus menyampaikan penundaan itu disebabkan beberapa hal misalnya adanya pengurangan Dana Bagi Hasil (DBH), kemudian jadwal masing-masing dari eksekutif dan legislatif pun menjadi kendala. Namun, telah terdapat kesepakatan di DPRD Kaltim untuk mengutamakan penyelesaian KUA-PPAS agar kejadian sebelum-sebelumnya tidak terulang.
“Karena ini menyangkut kepentingan masyarakat Kaltim,” kata Bagus, Senin (8/11/2021).
Ia mengungkapkan sejatinya hari ini atau besok sudah harus dilakukan Rapat Paripurna mengenai kesepakatan Rancangan KUA-PPAS. Dan para pimpinan serta fraksi menargetkan akan hal itu.
“Karena target kami 28 November sudah selesai walaupun batasnya 30 November. Karena ada proses yang harus diikuti dan banyak pembahasan,” terangnya.
Karena, lanjut Bagus, belum lagi kalau ada koreksi tambahan dan beberapa hal yang mungkin belum terakomodir. Jadi ada proses menelaah lagi untuk disiapkan sebagai nota keuangan. Apabila pengesahan APBD 2022 lewat dari tenggat waktu yang diharuskan, maka akan menjadi masalah, baik terkait pembahasan maupun pelaksanaan penganggaean juga akan susah.
“Saya sudah bilang juga tadi di Rapat Paripurna, jangan cari masalah atau perbedaan, tapi solusi dari kesepakatannya. Tidak boleh ada ego sektoral karena ini demi kepentingan rakyat Kaltim,” ungkapnya.
Mengenai pembahasan terkait pendapatan sejatinya telah terdapat titik temu, dan sesuai. “Itu sudah di sepakati, di lock. Karena ga ada DBH jadi pendapatan yang awalnya Rp10,7 triliun, diprediksi turun menjadi Rp9,5 triliun,” tandas Bagus.
Sementara, mengenai belanja yang saat ini masih defisit dalam artian lebih besar dibanding pendapatan, yakni sebesar Rp 11,2 triliun.