Kelola SDA untuk Persatukan WIlayah

TANJUNG SELOR – Pengelolaan sumber daya air (SDA) di Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) berbasis wilayah sungai. Ini dikarenakan, sungai memiliki sifat alami air yang mengalir secara dinamis dari tempat tertentu ke tempat yang lebih rendah. Selain itu, ketersediaan air mengikuti siklus hidrologi. “Cara berpikirnya, air merupakan karunia Tuhan. Karena itu, setiap orang berhak mendapatkan air untuk kelangsungan hidupnya. Lalu, Pemprov Kaltara juga berupaya menempatkan air sebagai unsur pemersatu wilayah. Dan, tentunya mengedepankan azas efisiensi serta efektivtas pengelolaan,” kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPR-Perkim) Provinsi Kaltara Dr Suheriyatna pada paparannya di kegiatan Sosialisasi Calon Anggota Tim Koordinasi Pengelolaan SDA Wilayah Sungai Sesayap di Hotel Crown, Tanjung Selor, Selasa (4/9).
Dalam pengelolaan SDA wilayah sungai di Kaltara, ada beberapa hal yang perlu dipadukan. Yakni, perpaduan daerah hulu dengan hilir; kuantitas dan kualitas air; air hujan, air permukaan dan air tanah; land use dengan water use; antar sektor; antar kelompok pengguna; dan, antar daerah. “Keberhasilan perpaduan tadi harus terukur dengan berdasarkan pada terwujudnya keadilan, efisiensi ekonomi dan keberlanjutan fungsi lingkungan hidup,” tutur Suheriyatna.
Didalam pengelolaan SDA ini, perlu pula memperhatikan pembagian kewenangan dan tanggung jawab antara pemerintah. Dijelaskan Suheriyatna, pemerintah pusat memiliki kewenangan pengelolaan SDA yang terletak di wilayah sungai lintas provinsi, lintas negara dan strategis nasional. Pemprov sendiri, memiliki kewenangan pengelolaan SDA pada wilayah sungai lintas kabupaten dan kota. Dan, pemerintah kabupaten dan kota berwenang mengelola SDA pada wilayah sungai dalam kabupaten dan kota itu.
“Dalam pengelolaannya, Pemprov patuh pada kebijakan yang ada. Dalam hal ini, UU No. 11/1974 tentang Pengairan, PP No. 22/1982 tentang Pengaturan Tata Air, dan Permen PUPR No. 10/PRT/M/2015,” urai Suheriyatna.
Pola dan rencna pengelolaan SDA sendiri, disusun oleh wadah koordinasi pengelolaan SDA dibantu unit pelaksana teknis bidang SDA pada masing-masing wilayah sungai. Proses penyusunannya dilakukan melalui konsultasi publik dengan instansi teknis dan unsur masyarakat terkait, dengan melibatkan wadah koordinasi wilayah sungai. “Pola atau rencana pengelolaan SDA ini disusun untuk jangka waktu 20 tahun. Dan, dapat ditinjau serta dievaluasi minimal 5 tahun,” papar Suheriyatna.
Wilayah Sungai Sesayap sendiri, memiliki 19 Daerah Aliran Sungai (DAS). Ini juga menjadi tantangan tersendiri dalam pengelolaannya. “Isu strategis lokal yang patut menjadi perhatian adalah ancaman degradasi lingkungan, banjir dan kekeringan, ketersediaan air bersih yang masih kurang, areal tanaman sawah kian menurun dan kualitas air,” ungkap Suheriyatna.
Untuk tantangan aspek konservasi SDA, strategi yang dapat dilakukan di antaranya perlindungan dan pelestarian SDA, pengawetan air, pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Sementara untuk aspek pendayagunaan SDA, strateginya adalah penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan dan pengusahaan SDA. “Lalu, untuk aspek pengendalian daya rusak air perlu dilakukan pencegahan daya rusak air dengan melaksanakan reklamasi dan penahan gelombang, dan lainnya. Dan, dari aspek sistem informasi SDA, perlu dikembangkan jaringan sistem informasi SDA Wilayah Sungai Sesayap yang terintegrasi, dan updating system dan database,” tutupnya.(humas)