Komitmen Bersama Cegah dan Tangani Korupsi
– Disaksikan Mendagri, Gubernur Tandatangani PKS dengan Kapolda dan Kajati
JAKARTA – Bersama dengan para gubernur se-Indonesia, Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) Dr H Irianto Lambrie menandatangani perjanjian kerja sama (PKS) dengan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Provinsi Kaltara dan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalimantan Timur (Kaltim) untuk penangananan pengaduan masyarakat.
Penandatanganan disaksikan langsung oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, serta perwakilan dari Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Kejaksaan Agung RI di sela acara Rapat Koordinasi (Rakor) Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Tingkat Nasional (Rakorwasdanas) Tahun 2018 di Birawa Assembly Hall Hotel Bidakara, Jalan Gatot Soebroto Jakarta, Senin (7/5).
Selain Mendagri dan para gubernur se-Indonesia, hadir dalam acara kemarin, Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komisaris Jenderal (Komjen) Putut Eko Bayuseno yang mewakili Kapolri dan Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Jan S Maringka yang mewakili Jaksa Agung.
Gubernur mengatakan, perjanjian kerja sama ini merupakan tindak lanjut dari Memorandum of Understanding (MoU) dan perjanjian kerja sama antara Mendagri, Kapolri dan Jaksa Agung RI, beberapa waktu lalu. Perjanjian kerja sama, dilakukan dalam upaya memperkuat sinergisitas antara Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan Aparat Penegak Hukum (APH) Tingkat Provinsi untuk penanganan pengaduan masyarakat.
Melalui perjanjian kerja sama ini juga, lanjut Gubernur, maka ke depan, APIP dan APH akan semakin intens berkoordinasi dan bersilahturahmi, dalam menangani tindak pidana korupsi dengan baik.
Sesuai dengan arahan Mendagri, Irianto menekankan, bahwa perjanjian kerja sama antara APIP dan APH ini, tidak ditujukan untuk melindungi tindakan kejahatan ataupun membatasi APH dalam penegakan hukum. “Pendekatannya adalah mengedepankan hukum administrasi, sehingga penanganan pidana merupakan upaya akhir dalam penanganan suatu permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah,” ujar Irianto mengutip arahan Mendagri.
Dikatakan, latar belakang pentingnya perjanjian kerja sama ini, di samping mandat dari Pasal 385 Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, juga agar tidak terjadi kegamangan penyelenggara pemerintahan daerah dalam bertindak. “Selama ini banyak pejabat di daerah takut tersangkut pidana atau dicari-cari kesalahannya untuk dipidana, sehingga pembangunan menjadi sedikit terhambat. Dengan perjanjian ini, nantinya membuat para pelaksana kegiatan pembangunan tak lagi ragu. Dan pembangunan daerah dapat berjalan efektif,” ujarnya.
Meski demikian, kembali ditegaskan, bukan berarti akan memberikan perlindungan kepada pejabat yang melakukan kesalahan. Hanya saja, dalam penindakan akan ada koordinasi terlebih dahulu antara APIP dan APH. “Yang terpenting dalam menjalankan tugas dan kewajiban, kita tetap berpatokan pada peraturan perundang-undangan yang ada,” ulasnya.
Dari perjanjian kerja sama tersebut, imbuhnya, juga diatur mengenai temuan dalam hasil audit di pemerintah daerah. Aabila terdapat kerugian keuangan negara atau daerah, namun telah diproses melalui tuntutan ganti rugi atau tuntutan perbendaharaan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak laporan hasil pemeriksaan APIP atau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diterima oleh pejabat atau telah ditindaklanjuti dan dinyatakan selesai oleh APIP atau BPK, maka sifatnya tetap kepada indikasi administrasi.
Selain penandatanganan perjanjian kerja sama, kemarin juga digelar Rakorwasdanas 2018 yang diikuti oleh seluruh jajaran inspektorat provinsi se-Indonesia. Selain itu, juga ada pengarahan yang disampaikan oleh pihak Kemendagri, Polri dan juga Kejaksaan Agung.(humas)