Melacak Asal Usul Video Peringatan Darurat yang Viral
TARAKAN – Narasi Peringatan Darurat mendadak bertebaran secara masif di seluruh platform media sosial pada Rabu petang, 21 Agustus 2024. Berdasarkan pengataman Kraya.id, narasi tersebut muncul dan ramai disertai video berdurasi 50 detik berlatar belakang biru bertuliskan “SIARAN DARURAT”.
Gambar, video, dan narasi Peringatan Darurat ternyata digemakan oelh banyak tokoh nasional, selebritis, komika, hingga akun resmi media mainstream. Diantaranya Fiersa Besari, Baskara Putra, King Purwa, Pandji Pragiwaksono dan masih banyak lagi. Lantas, siapakah sosok alias kreator yang menciptakan video narasi peringatan darurat?
“Kira-kira itu siapa yang bikin?,” tanya netizen di platform X.
Ketika ditelusuri oleh Kraya.id, ternyata jejak narasi peringatan darurat berlatar be;akang biru itu berasal dari video 2 tahun lalu. Asal video narasi peringatan darurat itu dibuat oleh EAS Indonesia Concept, tepatnya pada 24 Oktober 2022. Video tersebut diberi judul “EAS Indonesia Concept (24/10/1991), ANM-021 (Mesem)-First Encounter”.
Melalui keterangan video yang diunggah di kanal Youtube mereka, pihak EAS Indonesia Concept menuliskan dengan tegas “Originally made by EAS Indonesia Concept. Repost are only allowed if credited”. Ketika diterjemahkan dari Bahasa Inggris artinya “Always dibuat oleh EAS Indonesia Concept. Repost hanya diperbolehkan jika dikreditkan”.
Sebagai informasi, EAS Indonesia Concept merupakan sistem peringatan nasional yang dirancang untuk memungkinkan pejabat yang berwenang untuk menyiarkan peringatan darurat dan pesan peringatan kepada publik. Baik itu disiarkan melalui kabel, satelit, dan siaran televisi dan AM, FM, dan radio satelit.
Sistem ini terutama dirancang untuk memungkinkan Presiden menyampaikan pidato kenegaraan melalui semua stasiun radio dan televisi jika terjadi keadaan darurat nasional. Dalam praktiknya, sistem ini digunakan dalam skala regional untuk mendistribusikan informasi mengenai ancaman yang akan segera terjadi terhadap keselamatan publik.
Narasi Peringatan Darurat Trending X
Narasi peringatan darurat trending di aplikasi X (Twitter) dengan lebih dari 150 ribu postingan. Berdasarkan penelusuran Kraya.id, topik Peringatan Darurat mendadak trending tidak lama setelah Badan Legislatif DPR RI mengakali putusan Mahkamah Konstitusi. Putusan Mahkamah Konstitsusi itu terkait perubahan ambang batas pencalonan kepala daerah untuk semua partai politik peserta pemilu.
Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 menurunkan ambang batas yang sebelumnya adalah 20 persen. Baleg mengakali putusan MK dengan membuat putusan tersebut hanya berlaku buat partai politik yang tak punya kursi DPRD. Keputusan Baleg DPR RI itu sepertinya memicu kekecewaan publik se-tanah air.
Baleg DPR RI Akali Putusan MK
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengakali Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang menurunkan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah untuk semua partai politik peserta pemilu. Baleg mengakali putusan MK dengan membuat putusan tersebut hanya berlaku buat partai politik yang tak punya kursi DPRD.
Ketentuan Ketentuan itu menjadi ayat tambahan pada Pasal 40 revisi UU Pilkada yang dibahas oleh panja dalam kurun hanya sekitar 3 jam rapat. Sementara itu, Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada yang mengatur threshold 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah pileg tetap diberlakukan bagi partai-partai politik yang memiliki kursi parlemen.
“Disetujui Panja 21 Agustus 2024 Usulan DPR pukul 12.00 WIB,” tulis draf revisi itu seperti dikutip Kompas.com.
Padahal, justru pasal itu lah yang dibatalkan MK dalam putusannya kemarin. Tidak ada perlawanan berarti dari para anggota panja untuk membela putusan MK yang sebetulnya berlaku final dan mengikat. Sebelumnya, dalam putusannya, MK menyatakan bahwa threshold pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya atau 20 persen kursi DPRD.
MK memutuskan, threshold pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan threshold pencalonan kepala daerah jalur independen/perseorangan/non partai sebagaimana diatur pada Pasal 41 dan 42 UU Pilkada. MK menegaskan, hal ini demi menghindari berjalannya demokrasi yang tidak sehat karena threshold versi UU Pilkada rentan memunculkan calon tunggal.
Kehadiran calon tunggal dianggap sebagai antiesa dari berjalannya demokrasi. Namun demikian, keputusan DPR RI tersebut dianggap telah menmgkhianati rakyat dan konstitusi.