Perlu Revitalisasi Delta Kayan Sembakung
TARAKAN – Legalitas usaha budidaya tambak di kawasan hutan Delta Kayan Sembakung menjadi perhatian khusus Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Utara (Kaltara). Dari itu, masalah ini perlu segera diatasi karena terkait dengan keberlangsungan usaha budidaya perikanan dan potensi pendapatan daerah, termasuk adanya ancaman kehilangan pasar internasional Delta Kayan Sembakung.
Dari itu, Pemprov melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappeda-Litbang) berupaya mencari pemecahan masalahnya. “Bappeda menjadi fasilitator guna memperlancar kegiatan tersebut sehingga program percepatan sertifikasi lahan dapat dilakukan. Upaya sementara yang dapat dilakukan adalah melaksanakan revitalisasi Delta Kayan Sembakung,” kata Plt Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappeda-Litbang) Provinsi Kaltara Saharin K saat membuka Sosialisasi dan Fasilitasi Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan sebagai Upaya Mewujudkan Legalitas Lahan Tambak pada Kawasan Hutan di Delta Kayan Sembakung, Rabu (23/5) di Swissbell Hotel, Tarakan.
Dijelaskan Saharin, Udang Windu yang menjadi produk utama dari usaha budidaya tambak di kawasan hutan Delta Kayan Sembakung merupakan salah satu penyumbang terbesar Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kaltara. Permasalahannya, hingga 2014 nilai produksinya menurun. “Penurunan nilai produksi ini disebabkan oleh kualitas bibit buruk, penyakit udang karena kualitas lingkungan dan penggunaan bahan kimia yang berlebihan,” katanya.
Adapula permasalahan lain, yakni perizinan. Guna diketahui, lahan tambak di Kaltara tersebar di Area Penggunaan Lain (APL). Luasnya mencapai 78.592 Ha yang berada di dalam Hutan produksi (HP) dan 659 Ha lainnya berada di Hutan Konservasi (HK). “Hampir seluruh usaha budidaya tambak di kawasan hutan kita itu tak memiliki izin yang sah,” urainya. Semakin tahun, luasan lahan tambak terus bertambah. Penambahannya diketahui terjadi sejak 1991 yang hanya seluas 15.870 hektare menjadi 149.958 hektare di 2016.
Di sisi lain, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2016, 30 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kaltara berasal dari sektor pertanian yang terdiri atas perikanan tambak sebesar 33 persen menurut lapangan usaha. Nilai produksi udang windu adalah yang tertinggi, meskipun nilai produksinya berfluktuasi dari Rp 15,5 triliun di 2010 menjadi Rp 45 triliun di 2013 dan selanjutnya menurun Rp 32,5 triliun pada 2014. “Upaya untuk meningkatkan nilai produksinya mengalami hambatan utamanya karena produksi Udang Windu tersebut terpusat di Delta Kayan Sembakung. Nah, jika sudah ada di daerah itu maka izin usaha perikanannya susah diterbitkan dan penambahan luas lahan tambak berarti pengurangan luasan mangrove,” ujar Saharin.(humas)