TANJUNG SELOR – Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kaltara Amir Bakri berharap para petambak di wilayah Kalimantan Utara (Kaltara) pro aktif mengurus sertifikasi lahan tambaknya. Hal ini penting, karena hasil budidaya tambak yang berasal dari lahan yang legal dapat merambah pasar internasional.
Pemerintah daerah sendiri, kata Amir, telah memfasilitasi untuk mempermudah masyarakat dalam mengurus sertifikat tambak. Yaitu melalui skema perhutanan sosial.
Dikatakannya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah membuat regulasi yang memungkinkan terbitnya sertifikat yang menjadi syarat masuknya komoditas dalam negeri ke negara lain secara legal. “Para petambak harus pro aktif untuk mengurus dokumen dan persyaratan yang ada,” kata Amir, belum lama ini.
Dengan begitu, para petani tambak yang menjadikan target pasar luar negeri, bisa segera terfasilitasi. Menurutnya, kepemilikan sertifikat dari Kemendag merupakan syarat wajib agar barang bisa diterima di luar negeri. “Namun dengan adanya payung hukum terhadap kegiatan itu, bukan berarti pemilik tambak dapat permanen menguasai lahan,” jelas Amir.
Seperti diketahui, pada regulasi perhutanan sosial, petani tambak hanya berhak melakukan pemanfaatan lahan selama 35 tahun. Dalam jangka waktu yang ditetapkan itu, maka lahan yang ada tidak diperkenankan berpindah tangan. Termasuk, pemilik wajib melakukan perpanjangan saat izinnya berakhir. “Makanya dipilih konsep pemanfaatan lahan dalam perhutanan sosial agar lahan tambak tidak pindah tangan,” urai Amir. Dari itu, Amir mengingatkan agar lahan tersebut jangan dijual ke pihak tertentu dengan iming-iming harga tinggi. Dikhawatirkan uang hasil penjualan habis, tapi menimbulkan buruh-buruh tambak, bukan pemilik tambak.
Terpisah, Kepala Bidang Pengkajian Perencanaan Daerah dan Pengendalian Pembangunan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penelitian Pengembangan (Bappeda-Litbang) Kaltara Bertius mengungkapkan, mekanisme perdagangan di sektor perikanan butuh kajian lebih mendalam. Pasalnya, fakta yang ditemui di lapangan masih tidak sinkron dengan keadaan sebenarnya.
Misalnya, kerap ditemui jenis ikan yang beredar di masyarakat dengan kualitas kurang bagus. “Padahal, untuk komoditas itu Kaltara mempunyai wilayah laut yang menjadi sumber daya perikanan,” ungkapnya.
Untuk itu, harus ada pendalaman terkait mekanismenya. Ini mengingat kondisi geografis Kaltara yang dikelilingi laut, sehingga terkesan aneh jika ikan yang ada tidak berkualitas bagus. “Kita harus antisipasi adanya transaksi di laut, antara nelayan dengan pembeli dari luar negeri,” tutupnya.(humas)