
NUNUKAN – Ketiadaan rumah jabatan Bupati di Nunukan, Kalimantan Utara, masih menjadi persoalan bagi Pemerintah Daerah.
Setiap pergantian kepala daerah, muncul kendala terkait tempat tinggal Bupati terpilih serta anggaran pemeliharaan bangunan.
Sejak tahun 2012, Nunukan tidak lagi memiliki rumah dinas Bupati.
Bangunan yang sebelumnya berfungsi sebagai rumah jabatan telah dibongkar dan digantikan dengan guest house.
Kasus pembongkaran rumah jabatan Bupati Nunukan tersebut sempat bergulir ke Kejaksaan pada tahun 2012.
Namun, jaksa tidak menemukan adanya pelanggaran hukum atau kerugian negara, sehingga Kejari Nunukan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Kasus menjadi perhatian publik setelah LSM Aliansi Masyarakat Nunukan Peduli Penegakan Hukum mengajukan laporan pada tahun 2016.
Laporan ini mendorong Inspektorat untuk melakukan pemeriksaan ulang terhadap dugaan pelanggaran dalam penghapusan aset daerah.
Hasil pemeriksaan yang dirilis Inspektorat pada tahun 2016 dengan Nomor: 700/081/LHP-K/XII/2016 mengungkapkan tujuh poin temuan.
Salah satunya menyatakan bahwa penghancuran rumah jabatan Bupati tahun 2012 dilakukan secara tidak sah dan bertentangan dengan prosedur penghapusan aset.
Selain itu, ditemukan adanya kerugian keuangan daerah sebesar Rp 1.036.271.000.
Ketidakjelasan status hukum inilah yang membuat Pemkab Nunukan belum berani mengambil kebijakan untuk membangun kembali rumah jabatan Bupati.
Sebagai langkah alternatif, Pemkab Nunukan tengah menyiapkan solusi bagi tempat tinggal Bupati dan Wakil Bupati terpilih periode 2025–2030, Irwan Sabri – Hermanus.
“Bupati nanti akan menempati rumah jabatan Wakil Bupati, sementara. Sedangkan Wakil Bupati, menempati Rumah Jabatan Sekda,” ujar Pj Sekda Nunukan, Asmar, saat dikonfirmasi, Senin (10/2/2025).
Solusi ini direncanakan berlaku selama enam bulan pertama setelah Irwan Sabri dan Hermanus resmi menjabat sebagai Bupati dan Wakil Bupati Nunukan.
Selama periode tersebut, rumah pribadi Irwan Sabri di Jalan Teuku Umar, Nunukan Tengah, akan direnovasi.
“Kalau sudah selesai, Bupati definitif akan berkantor di rumah pribadinya yang sudah direnovasi,” jelas Asmar.
Lebih lanjut, Asmar mengakui bahwa persoalan rumah jabatan Bupati Nunukan memang cukup rumit.
Status hukum yang belum tuntas menjadi kendala utama dalam mengambil keputusan terkait pembangunan kembali rumah jabatan.
Namun, menurutnya, ada opsi lain yang bisa dipertimbangkan, yaitu memanfaatkan Guest House yang berada di area bekas rumah jabatan Bupati.
“Guest House yang ada, seandainya bisa boleh didesain untuk dijadikan rujab bisa. Kan persoalan peruntukan saja. Fungsi pemanfaatan saja dan bisa pakai kebijakan daerah. Apalagi Guest House dibangun di depan bekas Rujab, bukan di atasnya,” kata Asmar.
Dengan kondisi ini, Pemkab Nunukan masih harus mencari solusi jangka panjang agar persoalan rumah jabatan Bupati tidak terus berulang setiap pergantian kepala daerah.