Kasus Dugaan Ijazah Palsu Anggota DPRD Bulungan Mandek, LBH HANTAM Minta Kapolda Kaltara Dievaluasi

Kalimantan Raya, Tarakan – Hampir setahun berlalu sejak laporan dugaan penggunaan ijazah palsu oleh salah satu anggota DPRD Bulungan dilayangkan ke Polda Kalimantan Utara, namun hingga kini kasus tersebut belum menunjukkan kejelasan. Lembaga Bantuan Hukum Harapan Keadilan Kalimantan Utara (LBH HANTAM) menilai penanganan perkara ini berjalan lambat dan mendesak agar Kapolda Kaltara dievaluasi.
Laporan tersebut dilayangkan pada 27 Agustus 2024 oleh LBH HANTAM selaku kuasa hukum dari Ketua Umum Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Abdul Rahman. Dugaan tersebut melibatkan seorang anggota DPRD Bulungan berinisial LL yang disebut-sebut menggunakan dokumen ijazah palsu saat mencalonkan diri dalam Pemilu 2024.
Ketua Umum LBH HANTAM, Alif Putra Pratama, mengatakan bahwa pihaknya telah menyerahkan bukti-bukti awal yang cukup untuk mendukung laporan tersebut, namun belum ada perkembangan berarti dari pihak kepolisian.
“Kami sudah menyerahkan alat bukti yang seharusnya bisa menjadi dasar untuk melanjutkan proses ke tahap penyidikan. Tapi sampai sekarang belum ada kejelasan, ini tentu mengundang pertanyaan publik,” ujar Alif, Sabtu (3/5).
Selain LL, dalam laporan tersebut juga disebutkan ada tiga nama lainnya yang turut diduga terlibat, dan dilaporkan dengan mengacu pada Pasal 264 ayat (2) jo. Pasal 55 KUHP tentang pemalsuan dokumen.
Abdul Rahman, yang juga Ketua Umum LIRA dan merupakan pihak pelapor, menyoroti pentingnya transparansi dalam penanganan kasus yang menyangkut integritas pejabat publik.
“Kalau dugaan ini benar, tentu akan mencederai kepercayaan masyarakat. Apalagi ini menyangkut wakil rakyat yang seharusnya memiliki integritas. Kami berharap kepolisian bisa serius dan segera menuntaskan perkara ini,” tegasnya.
LBH HANTAM juga meminta agar Kapolda Kalimantan Utara memberikan atensi khusus terhadap perkara ini. Jika tidak ada langkah tegas, mereka menyatakan akan mengajukan permintaan kepada Kapolri untuk melakukan evaluasi terhadap pimpinan Polda Kaltara.
“Kalau Kapolda tidak mampu memberikan arahan tegas kepada jajarannya, kami akan meminta Kapolri untuk menggantinya dengan pejabat yang mampu menjalankan tugas dengan tegas dan cepat, demi kepastian hukum bagi masyarakat,” lanjut Alif.
LBH HANTAM menekankan bahwa proses hukum harus berjalan sesuai prosedur. Jika bukti dianggap cukup, maka kasus harus dilanjutkan ke penyidikan. Jika tidak, penyidik diminta segera menerbitkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) agar proses hukum tetap jelas.