
Kalimantan Raya, Tarakan – Kasus dugaan penyimpangan penanganan barang bukti kembali mengguncang institusi Kepolisian Daerah Kalimantan Utara. Dua anggota polisi yang bertugas di Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Tahti) Polda Kaltara, berinisial AA dan DR, resmi ditetapkan sebagai tersangka atas pencurian sabu seberat 7 gram dari ruang penyimpanan barang bukti.
Informasi ini dikonfirmasi langsung oleh Direktur Reskrimum Polda Kaltara, Kombes Pol Yudhistira Midyahwan. “Hasil penyelidikan kami menunjukkan bahwa pelaku pencurian adalah anggota yang bertugas di Direktorat Tahti. Dua orang sudah ditetapkan sebagai tersangka,” jelasnya, Kamis (20/6).
Namun sorotan kini tertuju pada satu nama lain, Bripka BS, yang disebut-sebut turut terlibat aktif dalam pengambilan barang bukti sabu tersebut. Meski perannya dikabarkan signifikan, hingga kini status hukum Bripka BS belum ditetapkan sebagai tersangka, memunculkan dugaan adanya perlindungan dari dalam institusi.
Kasus ini mencuat di tengah panasnya isu dugaan penukaran barang bukti sabu 12 kilogram menjadi tawas, yang juga melibatkan oknum dari institusi yang sama. Polda Kaltara telah membantah kabar tersebut, namun kepercayaan publik telah telanjur terguncang.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Tarakan menanggapi perkembangan ini dengan keras. Melalui Ketua Bidang Perguruan Tinggi Kemahasiswaan dan Kepemudaan (PTKP), Dicky Nur Alam, HMI mendesak Kapolda Kaltara Irjen Pol Hary Sudwijanto segera mengambil tindakan nyata.
“Saya baca berita soal sabu 12 kg yang katanya berubah jadi tawas, lalu muncul lagi kasus pencurian sabu 7 gram. Ini mengingatkan kita pada kasus Irjen Teddy Minahasa. Dulu juga dimulai dari perintah atasan yang dijalankan bawahan. Maka wajar kalau publik menaruh curiga ada skema sistemik di balik ini,” ujar Dicky.
Dicky juga menyoroti lambannya penetapan status hukum terhadap Bripka BS. “Kalau memang dia aktor utama, mengapa belum ditetapkan tersangka? Kita butuh penegakan hukum yang adil, bukan yang tebang pilih,” tambahnya.
HMI Cabang Tarakan mengajukan lima tuntutan terhadap Kapolda Kaltara:
- Segera lakukan investigasi menyeluruh dan terbuka.
- Instruksikan uji forensik independen terhadap seluruh barang bukti narkotika.
- Audit menyeluruh atas jalur penguasaan dan pengawasan barang bukti.
- Paparkan hasil penyelidikan kepada publik secara transparan.
- Proses hukum dan berikan sanksi terhadap seluruh pihak yang terlibat, tanpa pandang pangkat atau jabatan.
“Jika Kapolda tidak mampu menjawab tuntutan publik dengan kejelasan dan langkah nyata, maka sebaiknya beliau mundur dari jabatan. Ini bukan soal individu, tapi kredibilitas institusi,” tegas Dicky.
Menurutnya, menjelang peringatan Hari Bhayangkara, ini seharusnya menjadi momentum refleksi bagi institusi Polri, bukan perayaan yang menutupi borok internal.
“Polisi yang bersih seharusnya tidak takut diawasi. Pengawasan publik adalah bagian dari demokrasi. Bila terus ditutup-tutupi, maka yang hilang bukan hanya barang bukti, tapi juga kepercayaan masyarakat,” pungkasnya.
Sampai berita ini dirilis, Kapolda Kaltara belum memberikan pernyataan resmi. HMI Cabang Tarakan menyatakan akan terus memantau perkembangan kasus ini dan siap menggelar aksi lanjutan jika tak ada transparansi dan akuntabilitas dari pihak kepolisian.