
OPINI – Hukum seharusnya menjadi alat keadilan, bukan sekadar wacana yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Di Tarakan, nampaknya realitas berkata lain. Masyarakat yang seharusnya mendapatkan perlindungan hukum justru dihadapkan pada ketidakpastian, lambatnya proses hukum, dan dugaan praktik kesewenang-wenangan aparat penegak hukum.
Alih-alih menjadi garda terdepan dalam menegakkan keadilan, aparat justru sering kali terkesan abai terhadap pengaduan masyarakat. Laporan yang mandek, penyelesaian perkara yang berlarut-larut, dan tidak adanya transparansi dalam proses hukum telah meruntuhkan kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.
Apakah kita akan diam melihat hukum dipermainkan? Apakah kita akan membiarkan masyarakat terus tertindas oleh ketidakpastian hukum? Tidak! Hari ini kita berdiri, kita bersuara, kita menuntut keadilan yang seharusnya menjadi hak setiap warga negara!
Tarakan bukan hanya sebuah kota di perbatasan, tetapi juga tempat di mana hak dan martabat manusia harus dijunjung tinggi! Namun, saat ini, wajah hukum di kota ini sedang tercoreng oleh kesewenang-wenangan. Masyarakat yang melaporkan kasus ke aparat penegak hukum tidak mendapatkan kepastian. Laporan mereka tertahan tanpa kejelasan, dan penyelesaian perkara seolah hanya menjadi permainan waktu yang menguntungkan pihak tertentu.
Apakah ini yang disebut dengan penegakan hukum? Apakah kita akan terus menerima kondisi ini sebagai sesuatu yang normal? Tidak ada keadilan tanpa keberanian untuk melawan ketidakadilan!
Aliansi Masyarakat Resah (AMARAH) bersama BEM Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan bersepakat akan melakukan aksi turun ke jalan pada Senin, 10 Februari 2025 guna menuntut hak atas perlindungan dan kepastian hukum! Kami tidak akan diam, kami tidak akan mundur, karena keadilan harus diperjuangkan, bukan ditunggu datang begitu saja!
LANDASAN HUKUM YANG TERABAIKAN
Padahal, konstitusi dan berbagai peraturan perundang-undangan telah secara jelas mengatur bahwa setiap warga negara berhak atas keadilan dan kepastian hukum. Beberapa regulasi yang menjadi dasar penting namun tampaknya diabaikan dalam konteks ini antara lain:
1. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang menegaskan bahwa setiap institusi negara, termasuk kepolisian, wajib memberikan pelayanan yang cepat, transparan, dan akuntabel kepada masyarakat.
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang memberikan hak bagi masyarakat untuk mengetahui perkembangan kasus yang mereka laporkan, sehingga mencegah praktik penundaan (undue delay).
4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, yang bertujuan menjamin akses terhadap keadilan bagi seluruh masyarakat, terutama kelompok rentan dan miskin.
5. Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, yang menegaskan bahwa penyidikan harus dilakukan secara profesional, transparan, dan tanpa penundaan yang tidak beralasan.
Namun, faktanya di lapangan, berbagai ketentuan ini sering kali hanya menjadi teks di atas kertas tanpa implementasi yang nyata.
KEADILAN TIDAK BOLEH MENJADI PRIVILEGE
Kita tidak boleh lagi diam! Kita tidak boleh lagi tunduk pada ketidakadilan! Kita adalah mahasiswa, kita adalah masyarakat, kita adalah kekuatan yang akan mengguncang sistem yang bobrok ini!
Sejarah telah membuktikan bahwa perubahan hanya lahir dari keberanian! Jika kita terus diam, maka selamanya hukum akan menjadi alat penindasan, bukan keadilan!
Mahasiswa bukan hanya sekadar penonton! Kita adalah garda terdepan, penjaga nilai-nilai kebenaran, pembela hak rakyat! Tidak ada hukum yang lebih tinggi daripada suara rakyat yang menuntut keadilan!
Bila hukum hanya berpihak pada mereka yang memiliki kuasa, maka kita harus mengguncang sistemnya! Bila laporan masyarakat diabaikan, maka kita harus bersuara lebih keras! Bila keadilan hanya menjadi komoditas bagi segelintir orang, maka kita harus merobohkan tembok ketidakadilan itu dengan keberanian dan solidaritas!
Jangan biarkan ketakutan mengalahkan semangat perjuangan kita! Jangan biarkan generasi kita diwarisi hukum yang korup dan tumpul ke atas! Hari ini kita berdiri, bukan hanya untuk diri kita sendiri, tetapi untuk setiap masyarakat yang haknya telah dirampas, yang suaranya telah dibungkam, yang keadilannya telah dipermainkan!
Saatnya kita tunjukkan bahwa mahasiswa bukan hanya sekadar pemikir, tapi juga pejuang! Saatnya kita buktikan bahwa masyarakat tidak akan lagi tunduk pada hukum yang timpang! Saatnya kita bergerak, melawan, dan menuntut keadilan yang sejati!
Karena dalam setiap perjuangan, selalu ada harapan! Dalam setiap suara yang menggema, ada perubahan yang menanti! Jangan pernah ragu, jangan pernah gentar—karena keadilan ada di tangan mereka yang berani memperjuangkannya!
Keadilan bukan barang mewah yang hanya bisa diakses oleh segelintir orang yang memiliki kuasa atau uang. Keadilan adalah hak yang harus dinikmati oleh setiap warga negara tanpa terkecuali.
Dihadapkan dengan persoalan tersebut pun kami tidak akan tinggal diam. Kami akan terus mengawal isu ini dan memastikan bahwa tuntutan yang kami sampaikan bukan hanya didengar, tetapi juga direalisasikan.
Kepada seluruh elemen masyarakat yang merasa resah atas kondisi ini, kami menyerukan: Saatnya bersatu, bergerak, dan menuntut keadilan!
HIDUP MAHASISWA, HIDUP RAKYAT TERTINDAS!
SALAM CINTA, SALAM JUANG! KARENA CINTA, KITA BERJUANG!
BERSAMA, BERGERAK, BERDAYA!
Penulis,
Jody Surasono
Ketua Umum Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Borneo Tarakan