TARAKAN – Mawar (bukan nama asli) menjadi korban pemerkosaan yang dilakukan oleh ayah dan kakak kandungnya.
Dihadapan polisi, Mawar yang didampingi ibu kandungnya membeberkan jika ia disetubuhi secara paksa dan kerap mendapatkan ancaman aka dibunuh jika tidak melayani nafsu bejat ayah dan kakak kandungnya.
Bapak kandung berinisial SM (48) dan kakak kandung berinisial AF (17) melakukan aksi bejatnya terhadap korban ditempat yang berbeda.
Kapolres Tarakan AKBP Fillol Praja Arthadira melalui Kasat Reskrim Iptu Muhammad Aldi mengatakan kedua pelaku telah diamankan oleh unit Jatanras Satreskrim Polres Tarakan sekira pukul 14.30 Wita, Selasa (14/12) pekan lalu di Kelurahan Juata Permai, Kecamatan Tarakan Utara.
Setelah diamankan dan dilakukan interogasi, keduanya mengakui perbuatannya. Pemerkosaan yang dilakukan, bahkan dilakukan di beberapa tempat yang berbeda.
“Jadi bapaknya melakukan aksinya di rumah yang ada di daerah Juata. Sedangkan kakaknya dilakukan di rumah yang ada di Jalan Jembatan Bongkok,” ucapnya.
Kedua pelaku mengaku jika aksinya telah berlangsung sejak Juli hingga November lalu.
“Kalau kakaknya mengaku baru dua kali menyetubuhi adiknya,” tambahnya.
Korban merupakan berasal dari keluarga Broken Home dan tinggal bersama ibunya. Pengakuan tersangka, melakukan pemerkosaan kepada korban, karena hanya mengikuti hawa nafsunya. Sama halnya dengan kakak korban, spontanitas dan langsung melakukan pemerkosaan di waktu yang berbeda.
“Saat ini, kedua tersangka sudah kami amankan dan dilakukan penahanan. Kami masih melengkapi berkas perkaranya di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA),” jelasnya.
Berkas perkara terhadap kakak korban ini, karena masih berusia dibawah umur, dilakukan penahanan dan pemberkasan lebih cepat dibandingkan orang dewasa. Dalam penanganan perkara ini, pihaknya melibatkan psikolog agar bisa membantu trauma psikologis korban.
“Awal perkara ini bisa disampaikan ke kepolisian, karena sudah ada perubahan sikap atau sifat si anak yang cenderung menutup diri. Korban juga istilahnya menjauhi teman-temannya, sehingga ditanya ibu korban dan lantas menceritakan kejadiannya. Makanya kami libatkan psikolog untuk penanganan mental korban,” imbuhnya.
Kedua tersangka disangkakan pasal 81 ayat 3 junto pasal 76 d subsider pasal 82 ayat 2 junto pasal 76 e Undang undang No. 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang. “Diancam pidana paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar,” sebutnya.