
KALIMANTAN RAYA, TARAKAN – Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Tarakan menuai kritik tajam setelah pengumuman rekrutmen pegawai non-PNS (PPNPN) untuk posisi Satpam dan Cleaning Service (CS) sempat mencantumkan persyaratan “beragama Islam” dan “mampu membaca Al-Qur’an”. Persyaratan yang muncul pada Jumat (10/10/2025) pukul 10.00 WITA tersebut dinilai berpotensi melanggar prinsip kesetaraan.
Ketua Cabang Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Tarakan, Michael Jama, langsung melayangkan protes keras. Meskipun mengapresiasi upaya Kemenag membuka lapangan kerja, ia mempertanyakan urgensi kualifikasi keagamaan untuk posisi yang tak bersinggungan langsung dengan fungsi keagamaan.
“Bagaimana mungkin pekerjaan menjaga keamanan kantor atau membersihkan ruangan memerlukan kualifikasi keagamaan tertentu?” ujar Michael Jama, menegaskan bahwa yang dibutuhkan adalah integritas dan kompetensi, bukan label agama.
Michael Jama menilai ketentuan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (2) tentang hak bekerja tanpa diskriminasi. Ia menekankan bahwa Kemenag, sebagai lembaga negara, melayani seluruh warga.
“Kantor Kementerian Agama Kota Tarakan bukan hanya milik umat Islam, tetapi milik seluruh warga Tarakan dari berbagai latar belakang keyakinan,” tegasnya, khawatir praktik semacam ini merusak iklim pluralisme di Tarakan.
Setelah menjadi polemik, pengumuman bernomor B-1396/Kk.34.03/1/KP.00/10/2025 itu segera direvisi pada pukul 13.00 WITA di hari yang sama.
Kasubbag TU Kemenag Tarakan, H Sultan, membenarkan bahwa persyaratan kontroversial itu sempat tercantum. Namun, ia mengklaim hal itu disebabkan “edaran 2 tahun yang lalu” yang belum sempat dikoreksi akibat kesibukan terkait kedatangan Menteri Agama.
Saat dikonfirmasi mengenai alasan persyaratan agama dan kemampuan membaca Al-Qur’an pada edaran lama, H Sultan menjelaskan “Karena ditempatkan di asrama haji.”
Kemenag Tarakan mengklaim telah mengklarifikasi perubahan redaksi melalui media sosial dan grup WhatsApp. Namun, GMKI berharap Kemenag Pusat dan KemenPAN-RB mengevaluasi praktik rekrutmen di seluruh unit kerja untuk memastikan panduan rekrutmen yang adil dan non-diskriminatif.
Michael Jama menegaskan kritik GMKI bertujuan untuk memperkuat komitmen pada keadilan dan kesetaraan di Indonesia.