June 8, 2025
Kaltara Tarakan

Herman DPD Kaltara Soroti Layanan BPJS Kesehatan Sulit Dijangkau dan Tak Merata

  • Maret 23, 2025
  • 2 min read
Herman DPD Kaltara Soroti Layanan BPJS Kesehatan Sulit Dijangkau dan Tak Merata

TARAKAN – Herman Kemper, anggota Komisi III DPD RI dari Provinsi Kalimantan Utara, menyoroti pengelolaan BPJS Kesehatan di Tarakan.

Menurut Herman, banyak keluhan yang diterimanya dari masyarakat terkait penolakan perawatan lebih lanjut di rumah sakit, meskipun iuran bulanan BPJS dibayar tepat waktu.

“Secara pembiayaan, masyarakat di Tarakan tidak menghadapi kendala untuk dirawat lebih lanjut di rumah sakit, karena iuran premi tidak ada yang terlambat dibayarkan, baik untuk peserta umum, pekerja penerima upah, maupun penerima bantuan iuran (PBI) dari pemerintah daerah,” ungkap Herman.

Herman menjelaskan bahwa sebagian besar rumah sakit di Kalimantan Utara, baik milik pemerintah daerah, TNI/Polri, BUMN, maupun swasta, sangat bergantung pada pendapatan dari pasien BPJS Kesehatan.

Oleh karena itu, operasional rumah sakit sangat dipengaruhi oleh kelancaran klaim dan ketepatan waktu transfer dana setelah verifikasi klaim dilakukan.

Dia juga menyoroti bahwa rumah sakit daerah dengan subsidi APBD terbatas sering kesulitan mengelola anggaran BLUD mereka, karena harus membayar pengeluaran rutin seperti gaji pegawai, insentif, obat-obatan, dan biaya operasional lainnya.

Di tengah kebijakan nasional yang mengharuskan efisiensi, hal ini semakin menambah beban rumah sakit.

“Jangan sampai rumah sakit yang seharusnya memiliki kemandirian dalam tata kelola dan layanan menjadi terbebani oleh pengeluaran yang tidak bisa ditanggung oleh APBD,” tambah Herman.

Untuk memahami lebih lanjut masalah ini, Herman berencana mengumpulkan data dan informasi dari Dinas Kesehatan, rumah sakit, dan BPJS Kesehatan Cabang Tarakan guna memperbaiki pengelolaan BPJS Kesehatan di Tarakan.

“Ini sangat merugikan masyarakat dan pemerintah daerah yang sudah membayar premi tepat waktu, tetapi tidak bisa mendapatkan perawatan yang layak ketika sakit,” kata Herman.

Sebagai informasi, BPJS Kesehatan diperkirakan mengalami defisit sebesar 9,56 triliun pada tahun 2024.

Defisit ini berpotensi menyebabkan penundaan pembayaran klaim rumah sakit dan menghambat peserta BPJS Kesehatan untuk mendapatkan perawatan sesuai dengan rujukan dari FKTP atau IGD.