October 6, 2025
Hukum Kaltara Tarakan

Kuasa Hukum Sebut Kliennya Jadi Korban Kriminalisasi dalam Sengketa Lahan dengan PT PRI

  • Agustus 17, 2025
  • 2 min read
Kuasa Hukum Sebut Kliennya Jadi Korban Kriminalisasi dalam Sengketa Lahan dengan PT PRI

Kalimantan Raya, Tarakan – Sengketa lahan antara warga bernama Haji Maksum dengan perusahaan PT PRI kian memanas. Kuasa hukum korban, Indrawati, menilai kasus ini sarat dengan kejanggalan hukum dan bahkan menyebut kliennya menjadi korban kriminalisasi.

Indrawati menjelaskan, permasalahan bermula ketika PT PRI melakukan aktivitas di atas lahan yang diklaim milik Haji Maksum. Pada Agustus 2024, kliennya beberapa kali mendatangi perusahaan untuk meminta kegiatan dihentikan karena merasa tidak pernah menjual lahan tersebut. Namun, PT PRI berdalih telah membeli tanah itu dari seorang perantara bernama Nurdin.

“Klien kami meminta klarifikasi, bahkan saya sudah memfasilitasi pertemuan langsung dengan Nurdin. Tapi sampai saat itu, Nurdin tidak bisa menunjukkan legalitas kepemilikan lahan. Upaya mediasi di Kelurahan juga tidak menghasilkan apa-apa karena dokumen resmi seperti sertifikat tidak pernah ditunjukkan,” terang Indrawati.

Merasa dirugikan, pihak Haji Maksum kemudian melapor ke Polres Tarakan pada 19 November 2024. Namun, Indrawati menilai proses hukum justru berjalan janggal. Menurutnya, pemeriksaan lapangan yang dilakukan penyidik tidak melibatkan kliennya sebagai pihak yang mengaku pemilik sah lahan.

“Dalam berita acara malah disebut ada pihak lain yang hadir, padahal kami punya bukti absensi bahwa mereka tidak pernah datang. Ini jelas menimbulkan tanda tanya,” ungkapnya.

Keanehan lain, lanjut Indrawati, terlihat ketika laporan yang diajukan pihaknya justru dihentikan penyidik pada 8 April 2025 dengan alasan tidak ditemukan unsur pidana dan disarankan ditempuh jalur perdata. Sebaliknya, laporan dari pihak lawan justru diproses hingga menetapkan Haji Maksum sebagai tersangka dengan tuduhan pemalsuan dokumen dan penyerobotan.

“Ini yang kami sebut kriminalisasi. Klien kami yang seharusnya menjadi korban justru ditetapkan sebagai tersangka, sementara laporan kami dihentikan. Sangat kasar terlihat bahwa proses hukum tidak berjalan adil,” tegas Indrawati.

Ia juga mempersoalkan tindakan penyitaan dokumen milik kliennya yang menurutnya dilakukan tanpa penetapan pengadilan. “Sesuai aturan, penyitaan harus berdasarkan perintah tertulis pengadilan. Tapi faktanya, barang bukti klien kami diambil hanya dengan alasan untuk dilihat, bukan untuk disita. Ini jelas menyalahi prosedur,” tambahnya.

Indrawati menegaskan, dengan serangkaian kejanggalan itu, pihaknya berkomitmen untuk terus memperjuangkan hak kliennya. Ia mendesak aparat penegak hukum agar lebih objektif dalam menangani perkara tersebut.