Menolak Relokasi, Kakek di China Sesali Rumahnya Dikepung Jalan Tol

Kalimantan Raya, Featured – Huang Ping, seorang kakek di Jinxi, China, kini hidup di tengah deru mesin dan debu proyek jalan tol yang membentang persis di sekeliling rumah dua lantainya. Suasana bising dan getaran keras yang merambat ke dinding-dinding rumah, menjadi konsekuensi dari keputusan besar yang kini ia sesali.
Beberapa waktu lalu, Huang menolak tawaran kompensasi pemerintah sebesar 180 ribu poundsterling atau setara Rp 3,6 miliar, untuk pindah dari tanah yang kini menjadi pusat konstruksi jalan tol itu. “Jika diberi kesempatan lagi, saya pasti memilih untuk pergi,” kata Huang, menahan sesal.
Foto-foto yang beredar luas di media sosial memperlihatkan betapa rumah Huang kini berdiri sendiri, terkepung jalur tol. Warganet pun ramai-ramai menjuluki rumah itu sebagai “rumah paku”, istilah populer di China untuk menyebut properti yang tetap berdiri meski proyek pembangunan mengepungnya.
Menurut keterangan pejabat Komite Partai Kabupaten Jinxi, Huang yang tinggal bersama cucunya yang masih berusia 11 tahun, menolak tawaran relokasi lantaran merasa nilai ganti rugi yang ditawarkan tidak layak. Setelah negosiasi panjang tanpa hasil, pemerintah memilih membangun jalan tol yang berbelok mengitari rumah Huang demi menyelesaikan proyek tepat waktu.
Fenomena “rumah paku” semacam ini bukan kali pertama terjadi di China. Pada 2017, kasus serupa terjadi di Shanghai, ketika sebuah rumah bertahan hampir 14 tahun menghalangi jalur jalan raya. Akhirnya, pemilik rumah setuju pindah setelah menerima kompensasi senilai Rp 6 miliar.
Kini, menjelang pembukaan jalan tol di musim semi, Huang hanya bisa mengenang keputusan yang membuat rumahnya menjadi tontonan umum dan dirinya dijuluki sebagai pemilik “rumah paku” paling tangguh di Jinxi.