TANJUNG SELOR – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Utara (Kaltara) menempati posisi teratas di Indonesia pada perolehan indeks Survei Penilaian Integritas (SPI) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI. Dengan indeks 80,3, menempatkan Kaltara sebagai Pemprov dengan nilai tertinggi. Diikuti Bali (78,68), Jawa Timur (Jatim) dengan 76,42, DKI Jakarta (75,96), dan Jawa Tengah (Jateng) dengan nilai 75,84.
Atas penilaian ini, Kaltara masuk di antara 5 provinsi dalam kategori zona hijau. Juga menempatkan Dr. H. Irianto Lambrie sebagai Gubernur yang paling berhasil mengelola tata pemerintahan dan pembangunan secara berintegritas dan terbaik menjalankan akuntabilitas pemerintahan dalam upaya pencegahan korupsi secara berkelanjutan.
“Hasil peringkat SPI tahun 2019 seluruh Indonesia sudah keluar pada Senin (5/10/2020) di laman portal https://jaga.id milik KPK. Alhamdulillah, berdasarkan hasil itu Kaltara berada pada zona hijau dengan indeks paling tertinggi,” kata Inspektur Inspektorat Provinsi Kaltara, Ramli, Selasa (06/10).
Dijelaskan, ada 3 jenis indikator penilaian dalam SPI 2019 oleh KPK. Pertama, penilaian integritas internal, terdiri dari Budaya Organisasi meliputi transparansi, konflik kepentingan, keberadaan calo, nepotisme, suap, kerugian negara dan penyalahgunaan wewenang oleh atasan.
Sistem antikorupsi yang ditujukan pada keberadaan dan efektivitas sistem antikorupsi. Pengelolaan sumber daya manusia, terdiri dari proses rekrutmen, promosi, mutasi dan kebijakan peningkatan kualitas SDM. Termasuk pengelolaan anggaran yang meliputi penyelewengan anggaran, perjalanan fiktif, dan pemotongan honor tak resmi.
Kedua, lanjut Ramli, mengenai integritas eksternal yang dilakukan dari sudut pandang masyarakat, sebagai pengguna layanan publik. Indikator ini didefinisikan sejauh mana ASN sebagai penyedia layanan publik melaksanakan tugasnya secara transparan, akuntabel dan bebas korupsi dengan variabel yang menjadi penilaiannya. Yaitu transparansi pelayanan, integritas pelayanan dan sistem antikorupsi yang meliputi kampanye antikorupsi, sanksi perilaku korupsi dan tindak lanjut pengaduan.
Ketiga, penilaian eksper terdiri dari 2 komponen yaitu transparansi dan sistem antikorupsi. Pada komponen ini, KPK ingin mengetahui transparansi lembaga publik melalui sudut pandang narasumber ahli/exspert di bidang antikorupsi.
“Untuk teknis metode survei dilakukan secara independen oleh BPS (Badam Pusat Statistik) Kaltara yang disupervisi langsung oleh KPK. Untuk menjamin independensi pelaksanaan SPI pada Pemprov Kaltara,” terang Ramli. Dari itu, sehingga penilaiannya benar-benar independen. Pihaknya tidak mengetahui apa saja pertanyaannya dan jawaban responden langsung terkirim ke server pusat KPK dengan sistem autosave.
Sebagai informasi, sejak 26 September sd 31 Oktober 2019, SPI dilaksanakan pada 127 instansi pemerintah. Meliputi 27 kementerian/lembaga, 15 pemerintah provinsi, 25 pemerintah kota dan 60 pemerintah kabupaten. Ini merupakan sebagai bentuk akuntabilitas dan perbaikan berkelanjutan pada ranah birokrasi.
Jumlah responden yang menjadi sampel SPI Pemprov Kaltara sebanyak 130. Meliputi, 60 responden dari kalangan ASN yang terlibat dalam pelayanan publik, 60 responden pengguna layanan publik (masyarakat) Provinsi Kaltara. Dan 10 responden kalangan ahli/ekspert di bidang Antikorupsi yang ditetapkan oleh KPK.
Untuk diketahui juga, SPI merupakan aksi kolaboratif bersama yang melibatkan KPK, Kemendagri, BPS, Kementerian PPN/Bappenas dan Pemda. Sesuai surat Deputi Bidang Pencegahan KPK Nomor : B/20.90/LIT.05/10 – 15/04/2020, tanggal 24 April 2020, SPI dilaksanakan untuk memetakan risiko korupsi dan kemajuan upaya pencegahan korupsi yang dilakukan oleh Kementerian, Lembaga dan Pemda.
SPI dilakukan sebagai bentuk akuntabilitas dan perbaikan berkelanjutan dalam upaya pencegahan korupsi