Tipikor Eks Dirut dan Bendahara RSUD Nunukan Bergulir hingga ke Meja Hijau
NUNUKAN – Perkara Tindak Pidana Korupsi yang menjerat mantan Dirut Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Nunukan berinisial DL dan bendaharanya berinisial NH bergulir hingga ke meja hijau.
Sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda pada Senin (4/11/2024).
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Nunukan, Ricky Rangkuti mengatakan, dalam dakwaannya secara terpisah terdakwa DL dan NH didakwa Primair Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UURI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UURI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 UURI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UURI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
“Perbuatan Terdakwa DL selaku direktur, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dan Pejabat Pembuat komitmen (PPK) pada BLUD RSUD Nunukan TA 2021 & 2022 berdasarkan SK Bupati Nunukan Nomor 188.45/57/I/2017 tanggal Tanggal 9 Januari 2017 bersama-sama dengan Terdakwa NH selaku bendahara pengeluaran pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Nunukan,” kata Ricky, Selasa (5/11/2024).
Perbuatan kedua terdakwa dilakukan sejak Januari tahun 2021 sampai dengan Februari 2022. Perbuatan terdakwa telah melakukan tindak pidana berdasarkan Pasal 35 ayat (1) Undang-undang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi juncto Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : 191/KMA/SK/XII/2010 tanggal 1 Desember 2010.
Sehingga ini menjadi kewenangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Samarinda untuk memeriksa dan mengadilinya, sebagai yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau yang turut serta melakukan perbuatan yang secara melawan hukum yaitu Terdakwa DL dan NH.
“Yang mana kedua terdakwa telah melakukan duplikasi realisasi belanja atas 73 transaksi yang tidak dibayarkan dan tidak melakukan pembayaran atas 20 transaksi belanja yang telah dicairkan dengan tujuan untuk menutupi penggunaan dana BLUD RSUD Nunukan yang dipergunakan untuk panjar/pinjaman pribadi dan pengeluaran atas kegiatan-kegiatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan,” ungkapnya.
Selain itu, kedua Terdakwa juga tidak melakukan pencatatan dan pembukuan keuangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, perbuatan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Terdakwa DL dan NH telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.
“Berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (LHAPKKN) atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi pada Pengelolaan Dana BLUD RSUD Nunukan Nomor: PE.03.03/SR/S-722/PW34/5/2024 23 September 2024 kerugian keuangan negara adalah sebesar Rp 2.526.145.572,00,” pungkasnya.