April 19, 2025
Kaltara

Dampak Demam Babi Afrika Terhadap Warga Pedalaman Kaltara

  • Desember 21, 2024
  • 3 min read
Dampak Demam Babi Afrika Terhadap Warga Pedalaman Kaltara

KALTARA – Masyarakat di pedalaman Kalimantan Utara melaporkan sulit mendapatkan tangkapan babi hutan sejak 2021. Warga menduga ini dampak dari demam babi Afrika. Pemerintah setempat menganjurkan penghentian sementara perburuan babi liar dan membatasi jual-beli daging babi.

Rezi Nandi (23), warga Kecamata Peso, Kabupaten Bulungan, mengatakan, ia dan warga desa sudah tak pernah mendapati hasil buruan babi yang selama ini menjadi sumber protein hewani mereka. Padahal, sebelum 2021, babi hutan merupakan buruan hutan yang paling mudah didapat.

”Bersih di hutan ndak ada babi. Untuk lauk, beberapa warga ada yang pelihara ayam. Kebanyakan lauk dari menangkap ikan atau berburu payau (rusa),” kata Nandi, Jumat (20/12/2024).

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kaltara Heri Rudiyono menyatakan, wilayah kerjanya termasuk provinsi yang melaporkan adanya temuan kasus African swine fever (ASF) atau demam babi Afrika. Sulitnya babi hutan didapat, ujarnya, diperkirakan karena penyakit tersebut.

Demam babi Afrika, lanjut dia, pertama kali dilaporkan terjadi di Kaltara pada 2021. Sejak saat itu, dari laporan dan hasil laboratorium, kasus terkonfirmasi positif ASF terdapat di tiga kabupaten dan kota, yakni Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, dan Kota Tarakan.

”Sepanjang 2024 telah terkonfirmasi dan dilaporkan ke sistem informasi kesehatan hewan nasional penyakit ASF terhadap 513 ekor ternak babi yang terdapat di Kabupaten Malinau,” kata Heri.

Khusus di Kabupaten Malinau, lanjut Heri, pemerintah setempat telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 524/409/Distan-III. Kebijakan itu membatasi aktivitas yang berkaitan dengan daging babi. Warga diimbau menghentikan sementara perburuan babi hutan dan aktivitas jual beli daging segar ataupun beku dari hasil berburu.

Pemkab Malinau pun menghentikan sementara aktivitas ekonomi jual beli daging beku dan olahannya yang berasal dari luar Kabupaten Malinau. Dalam konteks Kalimantan Utara, Heri mengatakan, pengawasan lalu lintas hewan rentan ASF diperketat.

Selain itu, pihaknya juga melakukan surveilans aktif dan pasif. Deteksi dini oleh petugas lapangan pun ditingkatkan guna merespons cepat setiap laporan kematian babi dengan melakukan pengambilan sampel.

”(Untuk sementara), masyarakat bisa memenuhi sumber protein hewani dari komoditas lain, seperti ayam kampung, ikan, dan hewan buruan lain yang masih bisa ditemukan di wilayah masing-masing,” ujar Heri.

Peneliti Keamanan dan Ketahanan Kesehatan Global dari Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan, demam babi Afrika merupakan penyakit virus yang sangat mematikan jika menular ke babi. Virus ini bisa menular pada babi domestik dan babi hutan dengan cepat.

”Namun, saya tegaskan bahwa ASF ini tidak menular ke manusia dan bukan ancaman langsung bagi kesehatan manusia,” ujarnya.

Meskipun virus ASF tidak menular ke manusia dan tidak memengaruhi keamanan pada daging babi yang dikonsumsi, masyarakat diharapkan tetap waspada. Untuk sementara, ia menyarankan untuk menghindari mengonsumsi daging babi.