TARAKAN – Pendistribusian bantuan sosial (bansos) untuk kepentingan pribadi demi meraih suara kemenangan dalam pilkada mulai marak dipakai oleh petahana. Beda pilihan politik berpotensi berimbas kepada penerima. Padahal, penerima bansos merupakan hak warga yang membutuhkan berdasarkan data yang ada. Terlepas dari pilihan politik.
Praktik politisasi bansos dalam Pilkada merupakan pelanggaran terhadap prinsip netralitas penyelenggaraan Pilkada dan dapat merugikan integritas proses demokrasi serta menyebabkan ketidakadilan politik. Pada tanggal 13 November 2024, Kementerian Dalam Negeri menerbitkan Surat Edaran Nomor 800.1.12.4/5814/SJ tentang Penundaan Penyaluran Bantuan Sosial. Penundaan penyaluran bantuan sosial ini terutama yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau sumber anggaran lainnya, yang ditunda hingga setelah hari pemungutan suara tanggal 27 November 2024 karena berpotensi sebagai alat politik.
“Untuk itu kami melakukan kordinasi ke sejumlah pihak seperti KPU, pihak dinas sosial, untuk melihat dan menginventarisir hal ini,” tutur anggota DPD Kaltara, Herman, kepada awak media usai berkunjung ke KPU Tarakan, Selasa 26 November.
Sisi lain diharapkan hasil kunjungan dapat menjadi aspirasi dan gagasan sebagai bahan penyusunan pengawasan DPD RI atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Khususnya Terkait Isu Penyalahgunaan Bantuan Sosial dalam Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2024.
https://www.instagram.com/reel/DC4KH8STEWr/?igsh=MXF5bXRuYnQ3Z3VjMQ==