JAKARTA – Berdasarkan pendataan Potensi Desa (Podes) 2018 yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata Indeks Pembangunan Desa (IPD) di Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) berdasarkan dimensi penyusun IPD terjadi kenaikan dibanding 2014. Dimana rata-rata IPD untuk dimensi penyelenggaran pemerintahan desa (Pemdes) 67,18 persen; dimensi transportasi 59,63 persen; dimensi pelayanan umum 51,27 persen; dimensi pelayanan dasar 41,33 persen; dan dimensi kondisi infrastruktur 30,30 persen. Sementara di 2014, untuk dimensi penyelenggaraan pemerintahan desa mencapai 48,99 persen; dimensi transportasi 59,63 persen; dimensi pelayanan umum 48,11 persen; dimensi pelayanan dasar 41,19 persen; dan dimensi kondisi infrastruktur 25,38 persen.
Di tiap dimensi, ada 3 indikator yang dinilai mengalami kenaikan terbesar pada tahun ini. Untuk dimensi pelayanan dasar, indikator yang mengalami kenaikan terbesar adalah ketersediaan dan kemudahan akses ke Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) atau Polindes, ketersediaan dan akses ke SMP dan sederajat, serta ketersediaan dan kemudahan akses ke apotek. Lalu dimensi kondisi infrastruktur, yakni indikator tempat buang air besar sebagian besar keluarga, ketersediaan dan kualitas fasilitas komunikasi seluler, serta akses ke penerangan jalan.
Dimensi transportasi, indikator yang mengalami kenaikan terbesar adalah, waktu tempuh per kilometer transportasi ke kantor kecamatan, lalu lintas dan kualitas jalan untuk transportasi antar desa, serta aksesibilitas jalan. Dimensi pelayanan umum, indikator yang naik tertinggi, adalah penanganan gizi buruk, penanganan Kejadian Luar Biasa (KLB), dan ketersediaan fasilitas olahraga. “Untuk dimensi penyelenggaraan pemerintahan desa, indikator yang mengalami penaikan adalah kelengkapan pemerintahan desa, kualitas SDM Sekretaris Desa, dan otonomi desa,” kata Gubernur Kaltara Dr H Irianto Lambrie berdasarkan berita resmi statistik ‘Membangun Indonesia dari Pinggiran Melalui Pendataan Potensi Desa (Podes) 2018 Provinsi Kalimantan Utara’ per 10 Desember 2018, Selasa (11/12).
Pendataan Pondes ini juga mencatat adanya 482 wilayah administrasi pemerintahan setingkat desa di Kaltara. Terdiri dari 447 desa dan 35 kelurahan. Selain itu, adapula 53 kecamatan dan 5 kabupaten dan kota. Di Kaltara sendiri, terdapat 10 desa mandiri (2,24 persen), 164 desa berkembang (36,69 persen), dan 273 desa tertinggal (61,07 persen). “Berdasarkan Keppres (Keputusan Presiden) No. 6/2017, di seluruh Indonesia ada 111 pulau terluar. 2 di antaranya ada di Provinsi Kaltara yang berada di 1 kabupaten/kota dengan 5 kecamatan dan 19 desa atau kelurahan,” jelas Gubernur.
Menurut topografinya, Kaltara memiliki 51 desa/kelurahan (10,58 persen) yang berada di lereng atau puncak, 99 desa/kelurahan di lembah (20,54 persen), dan 332 desa/kelurahan di dataran (68,88 persen).
KETERSEDIAAN SINYAL
Berdasarkan hasil pendataan Podes 2018, tercatat 24 desa/kelurahan di Kaltara memiliki sinyal sangat kuat (4,98 persen), 168 desa/kelurahan memiliki sinyal kuat (34,85 persen), 231 desa/kelurahan memiliki sinyal lemah (47,93 persen), dan 59 lagi tidak memiliki sinyal (12,24 persen). “BPS mencatat ada 13,24 persen desa/kelurahan tersedia sinyal 4G/LTE, 21,99 persen tersedia sinyal 3G/H/H+, 22,46 persen tersedia sinyal 2G/E/GPRS, dan 42,32 persen tidak tersedia sinyal internet,” ujar Gubernur.
Dari data ini, juga diketahui bahwa hanya Kota Tarakan yang sudah 100 persen tercover sinyal telepon seluler dan jaringan internet. Sementara kabupaten lainnya, masih ada beberapa desa yang belum tercover. Dimana untuk sinyal telepon seluler, yang belum tercover adalah Kabupaten Nunukan 40 desa, Bulungan 13 desa, Malinau 5 desa, dan Tana Tidung 1 desa. Sedangkan untuk jaringan internet, 109 desa di Nunukan belum tercover sinyal internet, Malinau 46 desa, Bulungan 21 desa, dan Tana Tidung 3 desa. “Sesuai laporan kepala Diskominfo Kaltara, pada 2020 seluruh wilayah termasuk desa/kelurahan di Kaltara akan tercover jaringan telepon,” tutup Irianto.(humas)