November 16, 2025
Kaltara Tarakan

Klarifikasi DLH Tarakan: Bukan Limbah B3, Kerusakan Lahan Petani Diduga Akibat Tata Kelola Air PT PRI yang Keliru

  • November 14, 2025
  • 4 min read
Klarifikasi DLH Tarakan: Bukan Limbah B3, Kerusakan Lahan Petani Diduga Akibat Tata Kelola Air PT PRI yang Keliru

Kalimantan Raya, Tarakan – Polemik dugaan pencemaran lingkungan yang melibatkan PT Phoenix Resources International (PRI) dan 32 petani di Tarakan mendapat penjelasan teknis dari pihak pemerintah. Dalam Diskusi Hukum TERAS MARJINAL yang digelar BEM Se-Kalimantan (13/11/2025) di Caffe Relate, Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup DLH Kota Tarakan, Endy Kurniawan, menegaskan bahwa penyebab kerusakan lahan petani hingga saat ini belum terbukti akibat pencemaran limbah B3, melainkan karena kesalahan tata kelola air perusahaan.

Endy Kurniawan menekankan bahwa laporan yang disampaikan DLH didasarkan pada ketentuan dan keilmuan teknis. Ia juga mengungkapkan bahwa DLH Kota Tarakan telah menerima laporan serupa dari kelompok petani lain sejak Februari 2025—jauh sebelum kelompok Pak Yapdin melapor pada September 2025.

Berdasarkan hasil verifikasi dan temuan di lapangan, DLH telah meneruskan laporan ini ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Pengawasan KLHK, yang turun pada Juni 2025, menemukan adanya pelanggaran kewajiban yang tercantum dalam dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) PT PRI.

“Hasil temuan dari pengawasan itu tadi, bahwa terjadi pelanggaran tersebut. Salah satu komponen pengelolaan yang harusnya dilakukan oleh PT PRI itu tidak dilaksanakan pada tahap konstruksi,” jelas Endy.

Endy menjelaskan, lokasi pabrik PT PRI berada di sisi hilir/pesisir dengan elevasi yang lebih tinggi akibat penimbunan. Hal ini seharusnya diimbangi dengan pengelolaan saluran air yang baik.

Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Adanya kelalaian dalam pengelolaan saluran-saluran air (drainase) yang sudah ada (existing) menyebabkan air dari hulu atau air hujan terhambat.

“Yang jadi permasalahan saat itu adalah pada tahap konstruksi ada kelalaian yang dilakukan oleh PT PRI. Padahal sudah jelas-jelas di dalam RKL-RPL (Rencana Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan) itu ada kewajiban untuk mengelola saluran air yang ada,” tegas Endy.

Sedimen material pasir dari kegiatan penimbunan juga masuk dan menyumbat saluran air, sehingga air meluap dan menggenangi lahan perkebunan masyarakat dalam waktu lama.

“Kejadian yang ada saat ini itu adalah dampak hidrologi yang terjadi pada saat tahapan konstruksi,” simpul Endy. Kerusakan tanaman (pohon mati) disebabkan oleh terendamnya akar dalam waktu yang lama dan terjadi pembusukan, bukan pencemaran limbah.

Menanggapi isu limbah B3, Endy memberikan klarifikasi teknis mengenai fasilitas penimbunan limbah (landfill) PT PRI. Saat DLH turun, limbah B3 belum diletakkan di lokasi penimbunan, namun kerusakan lahan sudah terjadi. Hasil pemantauan air tanah dan air limpasan (lindi) hingga kini belum ditemukan adanya pencemaran.

Fasilitas penimbunan sudah dilengkapi biomembran untuk mencegah peresapan ke tanah. Air lindi dikumpulkan dan dialirkan melalui pipa menuju Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) terpusat di pabrik untuk diolah hingga memenuhi baku mutu sebelum dilepas.

Limbah yang ditimbun adalah abu dari pembakaran PLTU batu bara, yang dicampur dengan lumpur IPAL (sludge). Karena sifatnya padat (solid), tidak reaktif, dan tidak mudah terbakar, tempat penimbunannya ditetapkan sebagai Fasilitas Kelas 3 oleh KLHK dan sudah memiliki Sertifikat Laik Operasi sejak Juni/Mei 2025.

Endy Kurniawan mengonfirmasi bahwa pelanggaran yang dilakukan PT PRI telah ditindaklanjuti secara hukum oleh KLHK. Sanksi berupa denda administrasi sudah disusun dan diterbitkan oleh Menteri LHK per tanggal 30 September 2025, yang juga mencakup pelanggaran yang terjadi di darat (dampak hidrologi) dan yang terkait pembuangan air ke laut.

“Informasi terakhir kemarin dari mereka bahwa sanksi tersebut sudah disusun dan sudah dimajukan ke Menteri. Dan ada laporannya bahwa mereka sudah melakukan kewajiban yang ada dalam sanksi tersebut. Salah satunya itu denda,” ungkap Endy.

Sekedar informasi, Pemerintah Kota Tarakan telah menyurati Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian untuk meminta tim ahli penilai (apresial) turun.

Tim ini nantinya akan menghitung nilai kerugian yang dialami masyarakat sejak 2022 dan memberikan rekomendasi mengenai metode pemulihan agar lahan tersebut dapat produktif kembali (salah satunya saran dari Dinas PU menggunakan pompanisasi untuk mengatasi genangan air).

Upaya ini bertujuan agar hasil penilaian ganti rugi kerugian masyarakat dapat lebih kompeten dan mengikat, yang pelaksanaannya dapat dilakukan melalui mediasi atau jalur perdata.