Mampukah Kabinet Gemuk Prabowo Eksekusi Program ‘Quick Win’ Rp100 T?
JAKARTA – Kabinet Merah Putih yang ‘gemuk’ di bawah Presiden Prabowo Subianto disebut-sebut menjadi tantangan sendiri untuk mengeksekusi program prioritas ‘Quick Win’ atau Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) untuk tahun 2025. Total anggaran untuk program Quick Win mencapai lebih dari Rp100 triliun. Salah satu program Quick Win adalah makan bergizi gratis dengan alokasi anggaran sebesar Rp71 triliun.
Beberapa program lainnya adalah pemeriksaan kesehatan gratis untuk pemeriksaan tensi, gula darah, foto rontgen, dan screening penyakit katastropik dengan dukungan anggaran Rp3,2 triliun. Lalu pembangunan rumah sakit lengkap berkualitas di daerah dengan meningkatkan kualitas rumah sakit di daerah dari tipe D menjadi tipe C beserta sarana dan prasarana serta alat kesehatannya dengan anggaran Rp1,8 triliun.
Kemudian renovasi sekolah yang mencakup ruang kelas, mebel, dan MCK (mandi, cuci, kakus) sebanyak 22 ribu sekolah dengan nilai alokasi anggaran Rp20 triliun. Adapun Prabowo telah melantik 48 menteri untuk membantu pemerintahannya pada Senin (21/10).
Dalam susunan yang diumumkan, ia menambah jumlah kementerian koordinator dan memecah kementerian teknis. Jika dibanding dengan kabinet di pemerintahan sebelumnya yang hanya 34 kementerian, kabinet Prabowo ini jelas jauh lebih gemuk.
Sibuk dengan administrasi internal
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio berpendapat alih-alih langsung bekerja, kementerian baru bakal disibukkan salah satunya dengan urusan administrasi internal. Ia menjelaskan selain soal nomenklatur, dipecahnya kementerian akan berkaitan dengan anggaran.
“Pengalaman saya, memisah atau menyatukan kementerian, itu effort besar banget. Ubah nomenklatur bersama MenPAN RB, setelah selesai, harus ajukan anggaran ke Kemenkeu, harus bicara dengan DPR,” kata Agus saat dihubungi, Senin (21/10) malam.
Agus juga menyoroti soal aset hingga pejabat di kementerian-kementerian baru. Menurutnya, kementerian-kementerian ini baru bisa menjalankan program setelah selesai dengan urusan internal.
“Pengalaman saya menggabungkan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, 3 tahun baru bisa jalan programnya. Enggak mudah,” katanya.
Kabinet gemuk perpanjang birokrasi
Pengamat politik Universitas Esa Unggul M Jamiluddin Ritonga mengatakan untuk mencapai target kerja dalam 100 hari pemerintahan, dibutuhkan kecepatan dan efisiensi kerja kementerian.
Namun, menurutnya, kerja cepat bisa terkendala dengan kabinet gemuk yang memperpanjang alur birokrasi.
“Kabinet gemuk semakin memperpanjang birokrasi, untuk mencapai target 100 hari dibutuhkan kecepatan dan efisiensi, perlu koordinasi antar kementerian terkait, tentu akan mempersulit kabinet Prabowo untuk mewujudkan target 100 hari,” katanya.
Ia menyoroti salah satunya soal program makan bergizi gratis. Menurutnya, untuk eksekusi program itu, Kementerian Pendidikan Dasar, dan Menengah bakal butuh berkoordinasi dengan dinas-dinas di daerah.
Di sisi lain, ia mengatakan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah masih sibuk berbenah usai menjadi kementerian sendiri. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah adalah pecahan dari Kemendikbduristek.
“Itu kan memerlukan koordinasi antara Kementerian dengan dinas-dinas pendidikan di provinsi dan kabupaten/kota. Sementara mereka sendiri masih berbenah, dengan situasi seperti itu, tentu tidak mudah koordinasi,” ujarnya.
Dana triliunan jangan bocor
Sementara itu, Pengamat politik Trias Politika Strategis, Agung Baskoro menilai tidak digantinya Menteri Kesehatan di era pemerintahan Jokowi ke pemerintahan Prabowo membuat beberapa program quick win bisa langsung dieksekusi.
Budi Gunadi Sadikin diketahui tetap ditunjuk Prabowo menjadi Menteri Kesehatan di pemerintahannya.
“Makan bergizi gratis ini kan pangan, memperbaiki sekolah, MCK, rumah sakit dan seterusnya, saya melihat eksekusinya kan di Kementerian Dasar dan Menengah dan Kemenkes. Kemenkes kan tidak ada perubahan, harusnya tinggal jalan,” kata Agung.
Secara umum, Agung mengatakan program quick win Prabowo rasional untuk dikerjakan. Ia memberi catatan soal target program dan pengawasan anggaran agar tidak bocor.
“Sasarannya kemana saja? Anggaran 71 triliun itu, targetnya, itu perlu disampaikan ke publik, biar publik bisa mengkontrol. Soal transparansi, jangan bocor, anggaran kita kan seringkali bocor, jadi perlu pengawasan legislatif, DPR,” katanya.