August 26, 2025
Hukum Kaltara Nunukan

RDP Dermaga Haji Putri di Nunukan Ricuh, Legislator Banting Mikrofon hingga Balik Meja

  • Agustus 26, 2025
  • 3 min read
RDP Dermaga Haji Putri di Nunukan Ricuh, Legislator Banting Mikrofon hingga Balik Meja

Kalimantan Raya, Nunukan – Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Nunukan terkait polemik Dermaga Haji Putri berujung ricuh pada Senin (25/8). Ketegangan yang berlangsung sejak pagi memuncak ketika perdebatan soal status dermaga ilegal itu tak kunjung menemui titik temu.

Dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi I DPRD Nunukan, Andi Muliyono, anggota dewan Sadam Husein lebih dulu menyampaikan keberatan atas pembahasan yang dinilainya berputar-putar tanpa solusi.

“Kalau mutar-mutar terus tidak ada selesainya ini barang. Kenapa kita harus berlaku seperti penyidik yang masuk ke kewenangan orang. Serahkan masalah teknis ke KSOP dan Dishub, kita beri deadline sebulan, dan tunggu hasilnya,” tegasnya.

Pernyataan itu memicu ketegangan. Anggota DPRD, Hendrawan, terlihat emosi hingga membanting mikrofon ke meja. Situasi makin panas saat Donal, anggota dewan lainnya, membalik meja sambil berteriak lantang. Ia menyoroti nasib puluhan dermaga ilegal lain yang dinilai diabaikan.

“Tidak betul juga lembaga kita ini. Dermaga di dalam bagaimana. Apa harus menunggu jatuh korban lagi baru ada tindakan ditutup. Tidak kasihankah kalian dengan keluarga korban yang datang ke sini,” teriak Donal, hingga suasana rapat berubah gaduh. 

RDP ini digelar menyusul dua tragedi speedboat pada 2025 yang menelan sembilan korban jiwa. Kasus pertama terjadi 29 Januari 2025 saat speedboat Cinta Putri dihantam gelombang dan menewaskan tujuh orang, termasuk seorang anggota polisi. Peristiwa kedua terjadi 28 Juli 2025 ketika speedboat barang bertabrakan dengan kapal penumpang hingga merenggut dua nyawa.

Kedua kecelakaan itu berawal dari Dermaga Haji Putri, yang diketahui sudah beroperasi lebih dari 30 tahun tanpa status hukum jelas. “Bicara Dermaga Haji Putri, kita pasti flashback duka. Belum kering kemarin, terjadi lagi. Kita berdosa besar karena membiarkan ini terus terjadi,” ungkap seorang legislator dalam rapat.

Selain dermaga tersebut, terungkap pula ada sekitar 30 dermaga ilegal lain di Nunukan. Bahkan, seluruh speedboat penumpang rute Nunukan–Sebatik disebut belum memiliki izin resmi. Sadam Husein menilai pemerintah pusat turut bertanggung jawab atas kekacauan regulasi.

“Saya katakan persetan dengan pemerintah pusat yang terus mengganti regulasi dan tak memperhatikan dinamika akar rumput. Mereka tidak melihat imbasnya di lapangan, dan lagi-lagi kita di daerah yang menanggung dosa itu,” tegasnya.

Dalam rapat, muncul usulan penutupan Dermaga Haji Putri sebagai langkah tegas. Donal bahkan menilai langkah itu penting agar pemerintah daerah segera mempercepat proses legalisasi.

“Kenapa kita membiarkan Dermaga terus beroperasi. Apa nunggu ada korban lagi. Saya sarankan tutup saja dulu selagi proses legalisasi. Biar prosesnya cepat dan jadi trigger buat Pemda segera bekerja melegalisasi itu,” ujarnya.

Namun, Ketua Komisi I Andi Muliyono menolak opsi tersebut. Menurutnya, penutupan dermaga justru bisa memicu persoalan sosial baru karena tidak ada satu pun speedboat Nunukan–Sebatik yang berstatus legal. “Itu hanya menambah persoalan baru,” kata Andi.

Meski diwarnai kericuhan, rapat akhirnya menghasilkan keputusan dimana DPRD Nunukan meminta pemerintah daerah segera menginventarisasi speedboat ilegal serta memastikan status lahan demi memperlancar proses legalisasi dermaga.

Leave a Reply