
TARAKAN – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Hantam menyelenggarakan Forum Diskusi, Analisa, dan Kajian Hukum (Rusak Hukum) dengan tema “Pengantar Ilmu Hukum” di Kantor LBH Hantam pada Jum,at (31/01/2025). Rusak Hukum hadir sebagai ikhtiar mewujudkan masyarakat yang berpengetahuan hukum khususnya di Kota Tarakan.
Dalam diskusi tersebut LBH Hantam menghadirkan Alif Arhanda Putra, S.H., M.H. (Dosen Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan).
Alif Arhanda memulai diskusi dengan menjelaskan apa itu pengantar ilmu hukum, bahwa hukum terdiri atas yang tertulis dan yang tidak tertulis. Dimana hukum tidak tertulis berupa kebiasaan atau budaya yang dalam pengertian sederhana merupakan hal yang selalu kita lakukan secara terus menerus. Seperti hukum adat.
“Hukum adalah sesuatu yang abstrak, sesuatu yang tidak terbatas, misalnya dalam ilmu kriminologi yang membahas bagaimana pembunuhan terjadi. Seseorang yang membunuh tentu berangkat dari niat, dan niat itu bersifat abstrak,” ujar Alif Arhanda.
Merujuk pada ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menjelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, sehingga untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, maka segala penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara didasarkan pada hukum.
“Hukum tidak bisa dilihat dari satu sisi, tidak bisa didefinisikan, namun memiliki akibat. Ia tidak luas karena ada hukum privat, tidak sempit karena ada hukum publik, tidak tinggi karena ada hukum adat, dan tidak rendah karena ada hukum antar ruang angkasa,” tambah Alif Arhanda.
Kemudian diskusi dilanjutkan dengan sesi tanya jawab, Noya dari masyarakat mempertanyakan fenomena yang akhir-akhir ini sering terjadi, kriminalisasi masyarakat adat yang merujuk pada situasi dimana kegiatan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat adat dianggap sebagai tindakan kriminal oleh aparat negara. Baik itu konflik kepentingan antara masyarakat adat dengan pemerintah, perusahaan, atau individu lainnya yang berusaha mengakses sumber daya alam di wilayah adat.
Alif Arhanda menjawab bahwa sengketa agraria merupakan contoh konflik yang sering terjadi dalam masyarakat kita. Dari persoalan tersebut, semestinya pemerintah atau Aparat Penegak Hukum (APH) hadir sebagai penengah. Mereka berperan untuk memediasi pihak-pihak yang bersengketa. APH sebagai mediator tidak cukup hanya dengan mengetahui apa yang diinginkan para pihak, namun mampu memberikan solusi yang mengakomodir kepentingan dari para pihak.
Alif menutup pemaparannya dengan memberikan kesimpulan bahwa sifat abstrak yang dimiliki hukum akan bermuara pada bentuk melalui saksi, korban, dan petunjuk. Sehingga, untuk memahami ilmu hukum perlu penguasaan pikiran. Logika hukum hadir untuk melogikakan hal-hal yang tidak kasat mata.
Dalam kesempatan Rusak Hukum kali ini, puluhan peserta hadir berpartisipasi dari berbagai latar belakang, baik dari mahasiswa, pelajar, hingga masyarakat umum.