
Kalimantan Raya, Nunukan – Persoalan lahan antara warga adat Dayak Agabag di Desa Bebanas dan perusahaan perkebunan kelapa sawit, PT Karangjuang Hijau Lestari (KHL), kembali mencuat ke permukaan. Dalam aksi damai yang digelar pada Senin, (19/5), masyarakat adat menyuarakan kekhawatiran atas dugaan intimidasi yang mereka rasakan di tengah upaya penyelesaian sengketa oleh pemerintah daerah.
Ketua Adat Dayak Agabag Desa Bebanas, Nick Berdi, menyebut ketegangan bermula dari langkah hukum yang ditempuh pihak perusahaan terhadap sejumlah warga. Menurutnya, beberapa anggota komunitas adat menerima surat pemanggilan dari pihak kepolisian, baik dari tingkat polsek, polres hingga polda. Hal ini, kata Nick, menimbulkan kekhawatiran dan rasa terintimidasi di kalangan masyarakat.
“Dalam proses penyelesaian yang sedang diupayakan pemerintah, justru muncul pemanggilan-pemanggilan kepada warga oleh aparat. Ini yang kami nilai tidak berpihak pada keadilan,” ujar Nick saat dihubungi usai aksi damai.
Aksi yang digelar secara tertib itu menjadi saluran bagi warga adat untuk menyampaikan tiga poin tuntutan utama. Pertama, mereka meminta pihak perusahaan menghentikan laporan-laporan yang berujung pada tindakan hukum terhadap warga. Kedua, meminta agar penyelesaian konflik tanah dilakukan secara humanis dan bermusyawarah. Ketiga, mereka berharap aparat keamanan lebih mengedepankan peran sebagai pengayom masyarakat, bukan sebagai alat tekanan.
“Kami ingin hak kami diakui dan tidak ditekan secara sepihak. Kami tidak menolak investasi, tapi kami ingin proses penyelesaiannya bermartabat dan tidak merugikan warga adat,” kata Nick.
Hingga kini, konflik lahan tersebut masih berlangsung dan belum mencapai titik temu. Sementara itu, pemerintah daerah telah membuka ruang dialog untuk meredam eskalasi dan mendorong penyelesaian damai antara kedua belah pihak.