
Kalimantan Raya, Tarakan – Sebungkus beras di dapur warga mendadak jadi pemantik kegelisahan publik. Isu tentang beras plastik bermerek “Beras 35” mencuat di tengah masyarakat Tarakan, Kalimantan Utara, setelah salah seorang warga melaporkan kejanggalan pada nasi yang dikonsumsinya.
Kabar itu pertama kali bergulir lewat pesan berantai di grup WhatsApp koordinator RT di Kelurahan Karang Harapan. Tanpa perlu waktu lama, informasi itu menyebar luas dan menyulut pertanyaan, benarkah beras plastik telah beredar di kota ini?
“Awalnya saya mendapat informasi dari grup RT. Katanya beras plastik itu dibeli dari salah satu kios di kawasan 613. Kami langsung imbau warga agar berhati-hati,” ujar Syamsudin, Ketua RT 15 Karang Harapan, (26/5).
Dugaan itu diperkuat oleh pernyataan Ketua RT 11, Mansyur. Ia mengaku mendapat laporan langsung dari warganya yang tinggal di dekat Waduk Tarakan. Warga itu menyebut nasi yang dimasak dari “Beras 35” memiliki tekstur yang ganjil, tidak mudah basi, dan menyebabkan gangguan pencernaan.
Salah seorang warga, Gimin, turut merasakan dampaknya. Ia menduga beras yang dikonsumsinya bukanlah beras biasa. “Tekstur nasinya aneh, tidak seperti nasi biasanya. Setelah makan, saya merasa kembung terus dan susah buang air besar selama dua hari,” ujarnya lewat sambungan telepon. Ia juga menyebut nasi yang dimasak tak basi-basi meski sudah dua hari disimpan. “Lalat pun enggan hinggap,” tambahnya.
Kawasan 613 pun menjadi sorotan. Salah seorang pemilik kios di kawasan itu membantah pernah menjual beras dengan merek yang dimaksud. “Tidak ada saya jual beras merek 35,” katanya.
Namun, berbeda dengan Toko Haji Kurnia, distributor utama “Beras 35” di Tarakan. Burhan, anak pemilik toko, mengaku terkejut dengan kabar yang beredar. “Kami sudah lima tahun distribusikan beras ini ke berbagai daerah, termasuk Sesayap dan Sekatak. Baru kali ini ada laporan seperti ini,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa beras yang dijual pihaknya telah terdaftar secara resmi. Namun hingga kini, belum ada klarifikasi dari pihak terkait mengenai keabsahan kandungan beras tersebut. Pemerintah daerah maupun instansi perlindungan konsumen belum mengeluarkan pernyataan resmi.
Masyarakat menanti kejelasan. Apakah ini hanya kepanikan semu atau ada bahaya yang sesungguhnya mengintai di piring makan?