January 20, 2025
Kaltara Nunukan

Siswa SMA di Nunukan Keracunan MBG, Lauk Tongkol Berulat

  • Januari 20, 2025
  • 4 min read
Siswa SMA di Nunukan Keracunan MBG, Lauk Tongkol Berulat

NUNUKAN – Kasus anak sekolah keracunan menu Makan Bergizi Gratis (MBG) di Nunukan, Kalimantan Utara, ternyata bukan hanya dialami oleh murid dan guru SDN 03 Nunukan Selatan.

Siswa-siswi SMAN 2 Nunukan Selatan juga mengalami gejala mual dan mencret akibat menu ayam kecap, yang dibagikan pada hari Senin (13/1/2025) lalu.

“Kalau dihitung per anak, kami tidak sedetail itu kemarin. Tapi lebih dari 30 siswa-siswi yang mencret saat itu. Menu yang sama, dan hari yang sama juga dengan kasus di SDN 03 Nunukan Selatan kemarin,” ujar Bagian Kesiswaan SMAN 2 Nunukan Selatan, Burhan, dihubungi, Minggu (19/1/2025).

Ramainya pemberitaan MBG basi membuat isu ini menjadi pembahasan hangat berhari-hari di media sosial dan warung-warung kopi di Nunukan.

Wartawan mencoba menelusuri apakah ada sekolah lain yang juga mengalami kasus serupa dengan SDN 03 Nunukan Selatan.

Berangkat dari dapur yang sama dan menu yang juga sama, maka secara logika, tidak mungkin hanya satu sekolah yang keracunan.

Apalagi, sasaran target MBG di wilayah Nunukan Selatan sebanyak 2.556 pelajar, dengan rincian SDN 001 sebanyak 545 murid, SDN 002 sebanyak 556 murid, SDN 003 sebanyak 597 murid, dan SDN 005 sebanyak 284 murid.

Lalu, SMPN 4 sebanyak 224 pelajar, dan SMAN 2 sebanyak 360 siswa.

Alhasil, terkuak fakta bahwa pelajar yang keracunan makanan MBG bukan hanya murid SDN 03 Nunukan Selatan. Siswa-siswi SMAN 2 Nunukan Selatan juga mengalami kejadian yang sama.

“Kami koordinasi dengan seluruh sekolah yang mendapat MBG. Ke SD 03, SD 02, kasusnya sama semua. Lumayan banyak yang mencret hari itu,” tegas Burhan.

Yang lebih mengejutkan, lanjut Burhan, menu ikan tongkol yang dibagikan keesokan harinya, Selasa (14/1/2025), banyak yang berulat.

Temuan ikan tongkol goreng berulat tersebut awalnya dilaporkan sejumlah siswa. Pihak sekolah lalu memeriksa sejumlah menu yang belum terbagi agar kejadian hari Senin tidak terulang.

“Benar saja, kami menemukan ulat-ulat kecil di ikan tongkol. Kami bawa sampel tersebut ke dapur dan meminta hal tersebut menjadi perhatian khusus,” jelasnya.

Saat itu, pihak dapur juga mengaku terkejut dan tidak tahu mengapa ikan tongkol tersebut berulat.

“Saya rasa siswa-siswi yang kurang teliti makan saja itu jatah MBG karena sudah lapar dan pas jam makan siang. Bagi yang teliti, tidak sempat makan. Tapi setelah kami tanyakan langsung ke anak-anak kami, tidak semua lauknya berulat, sebagian saja. Tapi ini seharusnya tidak terjadi,” sesal Burhan.

Sekolah mengeluh ke pihak dapur sebagai penyedia menu, dan diteruskan ke Dinas Pendidikan Nunukan. Burhan meminta kasus-kasus seperti ini tidak lolos pengawasan.

“Apalagi, kejadiannya beruntun, setelah pada Senin (13/1/2025) anak-anak mual dan diare, besoknya, malah ada kasus temuan ikan tongkol goreng yang berulat,” imbuh Burhan.

Burhan mengakui, MBG menjadi program bermanfaat bagi anak sekolah. Saat upacara bendera, guru-guru sempat menanyakan kepada siswa-siswinya, bagaimana tanggapan mereka dengan MBG.

Banyak di antara mereka bersyukur, karena bisa menyimpan sebagian uang jajan. Bahkan, MBG diakui menjadi salah satu faktor anak-anak antusias berangkat sekolah.

“Dan kami guru-guru juga sebenarnya mau juga kalau ditanya jatah MBG. Pasti ingin, tapi bagaimanapun, kami utamakan anak-anak didik kami dulu,” kata Burhan.

SPPI dan Perwakilan BGN untuk Nunukan Selatan, Aji Sanjaya, tidak membantah peristiwa tersebut.

“Memang benar ada kejadian yang sama di sekolah lain. Tapi yang melapor ke kami hanya SDN 03. Jadi konsen kami saat itu, SDN 03,” ujarnya saat dikonfirmasi.

Dari hasil investigasi kasus SDN 03 Nunukan Selatan, bahan baku atau daging ayam dibeli dalam bentuk beku di salah satu penjual ayam pinggir jalan.

Selain itu, terjadi penambahan data penerima MBG di minggu kedua.

Yang tadinya data sasaran hanya 2.500-an anak, minggu kedua bertambah menjadi 3.200 sasaran.

“Perkiraan pihak dapur meleset. Mereka pikir 300 Kg daging ayam cukup. Tapi ternyata tidak, dan menambah belanja 20 Kg daging ayam lagi di kedai pinggir jalan, bukan di tempat langganan,” jelasnya.

Daging ayam itupun dimasak dan diolah menjadi menu ayam kecap, lalu didistribusikan ke pelajar yang masuk siang.

“Besoknya masuk laporan puluhan anak mual dan diare. Kita mediasi pihak sekolah dengan para orang tua murid, dan mencapai kesepakatan, ini akan menjadi evaluasi ke depannya,” kata Aji.

Menyoal keterangan SMAN 2 Nunukan Selatan yang menemukan lauk berulat, Aji akan segera menangani laporan tersebut.

“Karena yang masuk ke kami hanya kasus di SD 03. Yang lain, akan coba kami telusuri lagi. Tapi sangat disayangkan waktunya sudah terlewat lama,” kata Aji.

Aji mengakui, program MBG baru saja berjalan dan masih butuh banyak perbaikan. Salah satu catatan SPPI untuk wilayah Nunukan Selatan, jarak sekolah yang saling berjauhan menjadi kendala distribusi.

“Penyedia baru akan menambah armada untuk mengatasi keterlambatan waktu distribusi. Kita BGN bersama Dinkes juga masih menguji kualitas air, kesehatan, dan lainnya,” imbuhnya.

Selain itu, nihilnya keterlibatan pemerintah daerah juga menjadi salah satu faktor krusial dalam mengatasi masalah-masalah yang muncul di MBG.

“Karena tidak ada kewenangan Pemda, kita harus akui ini membuat masyarakat bingung, siapa pihak paling bertanggung jawab, apa konsekuensi pihak penyedia, dan adakah kompensasi dari kesalahan mereka,” sesalnya.

Leave a Reply