Oleh : MasaudeK
Kader HMI Komisariat Hukum Cabang Tarakan
BADAI ditubuh Polri seakan tidak berhenti, kali ini kembali mencuat di Provinsi Kalimantan Utara khusunya di Polda Kalimantan Utara mengenai hilangnya barang bukti berupa BBM jenis Pertalite dan Solar. Belum selesai permasalahan di tingkat nasional mengenai Teddy Minhasa yang saat ini terancam hukuman mati karna diduga menjual barang bukti berupa jenis sabu-sabu. Institusi Polri Kembali tercoreng atas hilangnya barang bukti puluhan ton BBM ilegal yang sebelumnya disita ditreskrimsus Polda kaltara.
Awal mula diketahui hilangnya barang bukti ini berawal saat Kejaksaan Negeri Nunukan menolak berkas perkara pengungkapan BBM ilegal. Penolakan itu karena jumlah barang bukti yang disita Ditreskrimsus Polda Kaltara tidak sesuai dengan berita acara pemeriksaan (BAP).
Kepala Seksi Barang Bukti dan Barang Rampasan (BB-BR) Kejari Nunukan, Hartanto menerangkan, Polda Kaltara mengungkap 28.068 liter solar dan 54.254 liter pertalite. Namun, jumlah BBM jenis solar berkurang dari 28.068 liter menjadi 6.000 liter.
Sejauh ini alasan mengenai hilangnya barang bukti tersebut masih belum jelas, senada dengan ungkapan Kepala Polda Kaltara, Irjen Pol Daniel Adityajaya melalui Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Masyarakat (Humas) Polda Kaltara, Kombes Pol Budi Rachmat mengaku tidak mengetahui secara pasti penyebab hilangnya barang bukti BBM yang dimaksud.
“Kita akan lakukan pendalaman untuk mencari tahu penyebab penyusutan barang bukti BBM tersebut”.
Pemberhentian sementara berimplikasi pada Kabid Propam Polda kaltara Kombespol teguh triwantoro karena tidak memeriksa kasus barang bukti BBM ilegal yang tengah diusut pada April 2023. Namun, tak berselang lama Menkopolhukam, Mahfud MD, menyebut Kombes Pol Teguh Triwantoro telah dikembalikan ke jabatannya sebagai Kabid Propam Polda Kaltara.
“Pak Teguh dikembalikan ke jabatannya. Itu negosiasi sampai siang ini”. kata Mahfud di Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (27/4/2023).
Sejak kasus ini diumumkan Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti mengatakan bahwa hilangnya barang bukti BBM tersebut kemungkinan ada keterlibatan oknum anggota Polri yang memanfaatkan barang bukti tersebut untuk kepentingan pribadi maupun yang lainnya dengan cara menjual kembali barang bukti tersebut.
“Jika benar ada keterlibatan anggota Polri, maka yang bersangkutan harus diproses pidana dan dipecat,” kata Poengky.
Jika memang benar terbukti bahwa barang bukti tersebut diperjual belikan maka kasus ini semakin memperkuat konteks atas pernyataan dari salah satu praktisi hukum yakni Haris Azhar di salah satu siaran televisi beliau katakan begini “Soal barang sitaan itu memang isu bisnis yang menggiurkan di Indonesia tidak hanya narkoba, juga terjadi pada tanah, gedung, rumah, dll. tentu hal demikian sangat rentan dilakukan oleh lembaga penegak hukum. Bisnis aset-aset barang bukti, aset-aset yang ditarik kembali, atau aset-aset yang dikuasai karna gagal hubungan hukumnya itu memang bisnis yang menggiurkan, sehingga ini menjadi PR besar kita di Indonesia”.
Sejak tahun 2022, terdapat oknum anggota Polri yang diduga menyalahgunakan barang bukti, Hal tersebut diungkap langsung oleh Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo dalam konfrensi persnya kepada awak media di Jakarta, 14 Oktober 2022. Irjen pol. Teddy Minahasa Putra diduga terlibat penjualan barang bukti narkotika jenis sabu-sabu sebanyak 5 kg. Berdasarkan kasus ini semakin memperlihatkan bahwa aparat penegak hukum khusunya anggota Polri yang memiliki wewenang menyita barang bukti hasil tangkapan terhadap barang bukti tersebut justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi maupun yang lainnya.
Lebih jauh, dijelaskan oleh salah satu ahli hukum pidana Universitas Borneo Tarakan Bapak Mumaddadah mengatakan bahwa dalam perkara hilangnya barang bukti penanggung jawab harus dikenakan sanksi disiplin atau pelanggaran kode etik sesuai amanat Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 7 Tahun 2022, karena tidak profesional. “Kalau masih dalam proses penyelidikan Penanggung jawab bisa dikenakan Pasal 221 ayat 1 ke-2”.
Oleh karena itu, jika benar terbukti terdapat anggota Polri bertindak tidak profesional dalam menjalankan tugasnya seperti menghilangkan/merusak barang bukti (Obtruction of justice) tentu secara proses penegakan hukum harapannya tidak hanya berhenti pada proses sidang etik belaka, namun juga harus dilanjutkan pada proses sidang peradilan umum. Selain itu, prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam proses penegakan hukum terhadap anggota Polri yang melanggar ketentuan pidana dan KEPP harus dilaksanakan.
Masaude
Kader HMI Komisariat Hukum Cabang Tarakan