
NUNUKAN – Kebijakan Inpres Nomor 1 Tahun 2025, tentang efisiensi anggaran, membuat Pemda Nunukan, Kalimantan Utara, harus melakukan mitigasi dan kajian lebih jauh.
Pj Sekda Nunukan, Asmar, mengatakan, ada beberapa hal di wilayah perbatasan Negara, yang butuh kajian lebih dalam dan tentunya akan menjadi materi untuk dibahas di pemerintah pusat.
“Inpres Nomor 1 Tahun 2025, wajib sifatnya. Hanya saja kami perlu melihat kondisinya,” ujarnya, dikonfirmasi, Rabu (12/2/2025).
Kalau untuk pemangkasan anggaran sebatas untuk perjalanan dinas sebesar 50 persen, Pemda Nunukan sudah menginstruksikannya kepada semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Demikian pula dengan efisiensi anggaran pos belanja alat tulis kantor (ATK) sebesar 90 persen, maupun pemangkasan kegiatan seremonial 50 persen, Pemda Nunukan tidak ada kendala.
Bahkan saat ini, Pemda juga sudah melakukan pengiritan, pemakaian listrik, air bersih, sampai snack rapat, semua serba dibatasi.
“Pemakaian lift juga kita kurangi. Bahkan ada wacana WFH (Work from Home) lagi digodok di Kementerian, kita nunggu dan kita pasti ikuti,” kata dia.
Yang menjadi kekhawatiran, adalah kebijakan tersebut meluas ke pengurangan tenaga honor, khususnya bagian tekhnis dan tenaga medis.
Kabupaten Nunukan, kata Asmar, memiliki sejumlah dokter kontrak untuk melayani pustu pustu di wilayah pelosok perbatasan RI-Malaysia.
Ada sekitar 200 tenaga medis yang berstatus honorer, melayani masyarakat di wilayah 3T.
“Ketika mereka ditarik atau diberhentikan, masyarakat perbatasan akan kekurangan dokter. Pelayanan kesehatan di pelosok terhambat, dan akan banyak faskes tutup. Jadi ada kondisi tertentu yang mengharuskan tidak bisa diberhentikan,” kata dia.
Kendati demikian, sejauh ini Pemda Nunukan masih memaknai Inpres hanya pemotongan anggaran menyesuaikan kebutuhan daerah.
Apalagi kebijakan efisiensi anggaran tidak menyebutkan secara spesifik, hasil pemotongan anggaran akan diarahkan kemana, seperti halnya yang terjadi saat Covid-19 dulu.
“Kalau dulu saat Covid, untuk refocusing kan kelihatan hasil pemotongannya akan dibawa ke mana, untuk dijadikan anggaran kesehatan seperti apa,” kata Asmar.
“Kalau ini kan tidak, makanya untuk mengantisipasi, kami melakukan pemotongan seperti tujuh item yang harus dipangkas itu. Kalau ada kelebihan pemotongan, akan kita masukkan BTT (Biaya Tak Terduga), untuk mengantisipasi langkah selanjutnya,” imbuhnya.
Pemda Nunukan juga sudah menginstruksikan OPD teknis, untuk mempelajari regulasi. Untuk berkomunikasi aktif dengan BPK, BPKP dan KPK, agar jangan sampai salah langkah.
“Berapa persentase yang akan dirasionalisasi, kita menyesuaikan efisiensi anggaran. Anggaplah Inpres menyatakan ATK dipotong 90 persen, tidak harus 90 persen, tapi melihat kondisi kebutuhan. Kalau memang harus dipres, tetap kita melakukan pemotongan anggaran juga,” urainya.
Asmar menegaskan, sampai hari ini, Pemda Nunukan tidak akan mengambil kebijakan pemberhentian tenaga honorer.
Kalaupun instansi vertikal sudah melakukan kebijakan tersebut (pemberhentian tenaga honorer), Pemda Nunukan belum akan menyentuh ke arah tersebut.
“Kami belum masuk pemberhentian honor. Kami menunggu aturan main PPPK atau tenaga honor. Menunggu instruksi, kami beberapa kali zoom dengan Mendagri, Menpan dan BKN, belum ada kepastian apakah honorer akan diberhentikan atau tidak,” pungkasnya.