
Kalimantan Raya, Jakarta – Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Ulil Abshar Abdalla, mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan dalam menyikapi isu lingkungan dan pertambangan. Menurutnya, sikap menolak tambang secara total atas nama pelestarian alam justru bisa berdampak negatif bagi kepentingan masyarakat yang lebih luas.
“Menjaga lingkungan itu penting dan merupakan bentuk kemaslahatan. Tapi kalau dilakukan secara ekstrem hingga tidak memperbolehkan adanya pertambangan sama sekali, itu tidak adil,” ujar pria yang akrab disapa Gus Ulil dalam program ROSI Kompas TV, Jumat (13/6).
Ia menilai bahwa aktivitas tambang maupun perlindungan lingkungan memiliki dua sisi, baik manfaat (maslahat) maupun mudarat (mafsadat). Oleh karena itu, Gus Ulil menolak pandangan yang menganggap tambang sebagai kejahatan mutlak.
“Publik cenderung melihat penambangan sebagai sesuatu yang sepenuhnya jahat. Padahal, yang buruk adalah praktik tambang yang tidak bertanggung jawab. Tambang itu sendiri bukan hal buruk,” jelasnya.
Gus Ulil mengakui bahwa pemerintah menghadapi dilema besar dalam menyeimbangkan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Ia menyoroti bahwa gerakan “no mining at all” adalah bentuk ekstrem lain yang juga perlu dikritisi karena mengabaikan aspek kesejahteraan dan kebutuhan nasional.
Pernyataan Gus Ulil muncul di tengah sorotan tajam terhadap aktivitas tambang di kawasan konservasi dan pariwisata, seperti di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Pemerintah telah mencabut empat izin usaha pertambangan (IUP) di wilayah tersebut atas perintah langsung Presiden Prabowo Subianto. Keputusan ini menyusul kekhawatiran publik soal potensi kerusakan lingkungan di kawasan ikonik tersebut.
Empat perusahaan yang dicabut izinnya yakni:
- PT Kawei Sejahtera Mining – Pulau Kawe
- PT Mulia Raymond Perkasa – Pulau Batang Pele & Pulau Manyaifun
- PT Anugerah Surya Pertama – Pulau Manuran
- PT Nurham – Pulau Yesner, Waigeo Timur
Langkah ini dianggap sebagai bentuk komitmen pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara investasi dan kelestarian alam. Namun diskursus terus berlanjut, dan seruan dari tokoh-tokoh seperti Gus Ulil menjadi penting dalam menavigasi jalan tengah antara dua kutub ekstrem: eksploitasi tanpa batas dan pelarangan total.