Kadin Samarinda : Isu Ratu Batu Bara, Mengganggu Iklim Usaha
SAMARINDA – Ratu Batu Bara yang disematkan kepada seorang pengusaha pertambangan di Kaltim yakni Tan Paulin kini menjadi santer, setelah terjadi perdebatan alot dalan Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VII DPR RI dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI Arifin Tasrif, Kamis (13/1/2021) lalu.
RDP yang dikabarkan untuk membahas pencabutan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) di Kaltim, menjadi bias setelah Anggota Komisi VII DPR RI Muhammad Nasir, justru menyebut Tan Paulin sebagai Ratu Batu Bara yang perlu untuk di tindak, akibat banyak infrastruktur yang dibangun Pemerintahan Daerah (Pemda) rusak. Bahkan ia menuding uang Tan Paulin sampai ke Kementerian.
Wakil Ketua Bidang Pertambangan dan Energi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Samarinda Adnan Faridhan menyayangkan seorang Legislator mengeluarkan pernyataan yang terkesan menuding tanpa dasar.
Menurutnya dalam iklim dunia usaha, hal-hal yang dilancarkan oleh Muhammad Nasir sangat berdampak pada tumbuh kembangnya perekonomian di daerah. Sebab, akan mengganggu trusting dari investor untuk berinvestasi kepada para pengusaha di daerah.
“Semestinya tak boleh berselancar imajinasinya untuk menuding tanpa dasar yang jelas. Apalagi kalau hanya gunakan ‘katanya’,” tegas Adnan, Minggu (16/1/2021)
Adnan menyebut dalam dunia usaha, kepercayaan dari pihak ketiga tentu sangat diperlukan. Karenanya, upaya seperti ini sangat merugikan para pengusaha.
Ketika dianggap terdapat Ratu Batu Bara di Kaltim dan sudah merusak fasilitas infrastruktur milik Pemda, maka secara tidak langsung Legislator asal Sumatera tersebut tak mempercayai kinerja daerah, baik dari pemerintahan hingga kepolisian.
“Padahal Pemerintahan dan aparat kepolisian di daerah sudah bekerja sangat maksimal. Justru kalau memang ada bukti ya silahkan disampaikan, jangan justru berbicara tanpa diiringi bukti,” jelasnya.
Diketahui, pada RDP tersebut Muhammad Nasir menyebut bahwa terdapat batu bara yang hilang sebanyak 1 juta ton per bulan, yang diduga dilakukan oleh Ratu Batu Bara. Kemudian, harga batu baranyang disebut hilang sebesar Rp 2,5 juta per ton. Selanjutnya, dicurinya batu bara untuk ekspor, dan menduga telah kucurnuang untuk Kementerian.
Hal ini disampaikan Adnan bahwa merupakan bola panas yang akhirnya ketika tidak dapat dibuktikan menjadi fitnah. Dalam hal ekspor pun sejatinya sistem di Indonesia sudah memiliki regulasi yang berlapis terkait di ESDM, Bea Cukai, maupun Perhubungan.
“Sehingga pernyataan Legislator tersebut sangat resisten dan berpotensi akan mengganggu iklim berusaha di Kaltim,” tandasnya.