December 9, 2024
Tarakan

Mengintip Perjuangan Hidup Dari Sosok Jufri Budiman

  • Agustus 15, 2018
  • 5 min read
Mengintip Perjuangan Hidup Dari Sosok Jufri Budiman

 

Sempat Bisnis Jual Sapi dan APMS, Kini Punya Belasan Kapal LCT

Meraih kesuksesan pasti melalui sebuah proses. Begitupun yang alami Jufri Budiman hingga menjadi owner PT Mayon Samudera Pasifik. Pahit manis menjadi pengusaha pula yang mengantarkannya menjadi Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIMPI) Tarakan. Bagaimana kisahnya?

Tidak terlalu megah, namun keberadaan kantor PT Mayon Samudera Pasifik yang berlokasi di Jalan Mulawarman, cukup menjadi bukti dari kerja keras yang dilakukan Jufri Budiman dalam membangun kerajaan bisnis penyalur bahan bakar minyak (BBM) industri yang digelutinya.
Karier bisnisnya berawal dari keberaniannya merauntau ke Tarakan sekitar tahun 1995. Pria kelahiran Kwandang, Gorontalo Utara, 18 Mei 1978 ini mengikuti ajakan dari keluarga ibunya untuk melanjutkan melanjutkan di Bumi Paguntaka. Kerja sebagai pekerja lepaspun digelutinya.
“Mulai saya awal kerja itu bekerja macam-macam, serabutan. Mulai dari kerja speed, kerja jaga sapinya orang, kerja di pelabuhan,” cerita Jufri Budiman Senin (13/8).
Hingga suatu hari ia diterima bekerja di perusahaan penyalur minyak dan ikut berlayar bersama kapal LCT. Pekerjaan tersebut ternyata membuatnya betah dan bekerja sampai bertahun-tahun.
Berbekal pengalaman tersebut, Jufri Budiman mengikuti kursus untuk menjadi perwira kapal. Setelah lulus kursus, kariernya pun ikut menanjak. Dari awalnya hanya anak buah kapal (ABK), naik menjadi nahkoda kapal.
Namun, lika-liku kariernya di perusahaan tersebut tidak mulus seratus persen. Mampu mengemban amanah sebagai nahkoda kapal, justru membuat pimpinannya memberikan tugas baru bergabung di staf kantor.
Imbasnya, penghasilan yang didapatnya pun berkurang dibandingkan ketika kerja di kapal. Dengan gaji ketika itu sekitar Rp 3 jutaan yang ia terima saat bekerja di kantor, Jufri Budiman merasa masih kurang.
“Artinya kan saya punya anak istri, bukan cuma istri anak yang saya biayai. Masih ada keluarga yang lain, adik, orangtua,” bebernya.
Iapun mulai berfikir mencari tambahan penghasilan dengan tidak meninggalkan perusahaan tempat ia bekerja. “Akhirnya saya menjadi kalau treding itu menjadi makelar. Siapa yang mau membeli BBM, mau beli solar, saya yang urus,” tuturnya.
Dari kerja sampingan itulah Jupri Budiman mampu mengumpulkan sedikit demi sedikit keuntungan yang didapatnya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Bahkan, sebagiannya juga modal untuk membuka usaha.
Akhirnya pada 2005, Jufi Budiman memulai kerajaan bisnisnya sendiri dengan tetap menggeluti bidang penyaluran BBM. Berawal dari tekadnya membeli kapal kayu bekas untuk mendukung usahanya. “Harganya Cuma Rp 10 juta waktu itu saya beli,” imbuhnya.
Kapal kayu bekas tersebut kemudian dimodifikasinya dengan menambah mesin dan tangki profil untuk mengangkut BBM. “Itulah saya pakai jalan untuk jual beli minyak, jual, beli, jual, beli, begitu saja,” ungkap suami dari Yulinda ini.
Niatnya memutuskan membuka usaha sendiri tidak sia-sia. Hanya dalam setahun, usaha yang dirintisnya berkembang pesat dan mampu memiliki tiga kapal. Usahanya pun berkembang sampai sekarang dengan telah memiliki 12 kapal LCT dan mempekerjakan lebih dri 100 karyawan.
Namun, jalan Jufri Budiman dalam membangun kerajaan bisnisnya tidak selalunya mulus. Pernah ketika bisnis BBM nya sedang di puncak kejayaan, pecinta olahraga motocross ini membuka usaha sampingan dengan berdagang sapi. Ia bekerjasama dengan rekannya di kampung untuk menjual sapi ke Kalimantan Timur dan Utara.
“Akhirnya buatlah saya kapal kayu untuk ngangkut sapi. Belinya (sapi) di Gorontalo, bawa ke Tarakan, Samarinda, Balikpapan. Kurang lebih setahun, saya lihat kurang menjanjikan, hasilnya kurang bagus, akhirnya saya stop,” beber pria yang sudah dikaruniai tiga anak ini.
Gagal di bisnis sapi, Jufri Budiman kembali ke jalur bisnis BBM dengan membuka agan premium minyak dan solar (APMS) di Juata Laut. Namun, lagi-lagi usahanya tidak mulus seperti yang dibayangkan.
“Jalan hampir dua tahun, 2009 saja jual. Karena bertentangan dengan usaha saya. Saya kan mainnya di industri, sedangkan APMS saya itu subsidi,” jelasnya.
Akhirnya, ia kembali fokus dengan usaha penyaluran BBM industrinya saja yang sudah digelutinya sejak 2004. Justru ketika Jufri Budiman kembali fokus, usahanya semakin berkembang sampai memiliki belasan kapal LCT.
Selain memiliki bisnis BBM, Jufri Budiman sebenarnya melebarkan saya di bidang usaha lain. Sejak hidup bersama Yulinda, ia banyak mendapatkan dukungan dari istrinya untuk membuka bisnis lain yang tersebar di berbagai kota di Indonesia. Seperti rumah makan di Tarakan, resort dan restaurant di Gorontalo, cotagge di Pulau Derawan, dan bebagai usaha lainnya.
“Saya juga setiap membuat usaha baru tetap diskusi dulu ke istri. Bagaimana kalau kita membuka usaha. Pasti istri juga bertanya bagaimana untuk dan ruginya,” bebernya.
Pria kelahiran Kwandang, Gorontalo Utara, 18 Mei 1978 sebenarnya bukanlah berlatar belakang keluarga kaya raya. Keluarga besarnya kebanyakan hanya berprofesi nelayan dan petani yang tinggal di Gorontalo, Sulawesi Tengah. Hanya saja, sejak kecil, Jupri Budiman sudah dididik dengan kerasnya perjalanan hidup.
Jufri Budiman sudah menjalani masa kecilnya dengan cobaan di saat kedua orangtuanya memutuskan berpisah saat ia masih berusia 5 tahun. Jufri Budiman pun diasuh oleh nenek dari ibunya.
Hidup tanpa perhatian yang lengkap dari kedua orangtuanya, memaksa Jupri Budiman sudah harus belajar mandiri sejak kecil, termasuk dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebab, keluarga ibunya bukanlah orang berada.
“Keluarga saya yang dari mama itu lebih banyak ke sana (nelayan dan petani),” cerita Jufri Senin (13/8).
Tinggal di sekitar pelabuhan menjadikan Jufri kecil dekat dengan aktifitas bongkar muat barang. Selain itu, berbagai aktifitas lainpun dilakukannya untuk membantu mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Mulai dari berjualan kue, memungut botol, hingga memelihara sapi. Pengalaman hidup di masa kecilnya itu ternyata menjadikannya pria yang kuat dalam menghadapi kerasnya hidup.
“Orangtua saya broken home. Itulah yang membuat saya terbangun mental saya, terus kemandirian saya, karena orangtua pisah,” bebernya.
Tak salah bila pengusaha muda di Tarakan rela dipimpin Jufri Budiman sebagai Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). Pahit manis pengalamannya dalam membangun kerajaan bisnisnya hingga telah memiliki berbagai jenis usaha, menjadi modalnya. (***)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *