
NUNUKAN – Anggota DPRD Nunukan mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Senin (3/2/2025) untuk membahas kecelakaan maut yang melibatkan speedboat Cinta Putri.
Kecelakaan yang terjadi pada Rabu (29/1/2025) telah menarik perhatian nasional, terutama terkait keberangkatan speedboat yang ilegal, tujuan yang tidak jelas, serta tewasnya tujuh korban, dan satu korban yang masih dalam pencarian.
Dalam RDP tersebut, DPRD menghadirkan sejumlah instansi, termasuk Dinas Perhubungan, Kantor Syahbandar dan Otorita Pelabuhan (KSOP), Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD), Jasa Raharja, BPBD, Basarnas, Polairud, dan TNI AL.
“Pertama saya mengucapkan bela sungkawa sedalam-dalamnya atas kecelakaan SB Cinta Putri yang menewaskan tujuh korban dengan satu korban masih dicari,” ungkap Anggota DPRD Mansur Rincing yang memimpin RDP tersebut.
Mansur menyatakan rasa sedih dan kemarahannya atas kejadian ini.
Terlebih, menurut dia, tidak ada instansi yang mengaku bertanggung jawab atas kecelakaan tersebut.
“Ini masalah nyawa. Tujuh orang tewas dalam kejadian ini. Dan sampai hari kelima tidak ada satu instansipun yang bertanggung jawab. Ini tidak masuk akal. Sekali lagi ini masalah nyawa,” tegas Mansur.
Ia juga mempertanyakan kepada Dinas Perhubungan, KSOP, dan BPTD mengenai siapa yang bertanggung jawab atas insiden kecelakaan tersebut.
Kepala Dinas Perhubungan Nunukan, Muhammad Amin, menjelaskan bahwa ada peralihan kewenangan yang sebelumnya menjadi tugas Dishub, kini beralih ke BPTD.
“Ada koridor tertentu yang tidak bisa dicampuri oleh instansi lain. Peralihan kewenangan tersebut merupakan kebijakan Direktur Jenderal Laut Nomor 202/2021 tentang Penyerahan tugas Hubla ke Hubdat untuk kapal angkutan sungai danau dan penyeberangan,” jelas Amin.
Ia menambahkan bahwa banyak dokumen kapal yang telah kadaluarsa dan belum diperbaharui.
“Seluruh kapal yang berlayar saat ini sudah lima tahun berlayar tanpa Surat Persetujuan Berlayar (SPB),” tegasnya.
KSOP Nunukan melalui perwakilannya, Kosasih, menegaskan bahwa untuk speedboat, khususnya yang reguler, sudah ada serah terima dari Dirjen Laut ke Dirjen Darat pada 2020.
“Sejak itu, KSOP tidak pernah lagi memberikan SPB kepada speed di bawah GT 7 dan reguler di atas GT 7. Semua diurus BPTD termasuk kapal feri,” ujarnya.
Dalam RDP tersebut, staf BPTD, Rizki, mengonfirmasi bahwa tugas fungsi BPTD di Nunukan hanya untuk angkutan sungai dan tidak mengurusi angkutan laut.
“Kami hanya mengurus angkutan menuju Sei Ular dan Kapal Ferry. Tidak untuk angkutan laut,” tegasnya.
Kekurangan data dari BPTD membuat Mansur Rincing marah dan meminta perwakilan BPTD keluar dari ruang rapat.
“Kalian tidak punya data. Tahun 2022 lalu kami RDP juga jawabannya tidak jelas. Ini soal nyawa. Ada tidak tanggung jawab BPTD? Semua baku tunjuk siapa yang bertanggung jawab,” teriaknya.
Kecelakaan speedboat Cinta Putri yang terjadi dalam rute pelayaran Nunukan – Tinabasan melibatkan 18 korban, di mana 10 korban selamat, tujuh korban tewas, dan satu korban masih dalam pencarian.
Polres Nunukan telah menetapkan motoris speedboat, Irwansyah alias Wawan Bin Amir, sebagai tersangka dengan ancaman pidana penjara lima tahun.
Kasi Humas Polres Nunukan, Ipda Zainal Yusuf, menyatakan bahwa SB Cinta Putri tidak layak berlayar dan tidak memiliki dokumen pelayaran yang sah.
Keberangkatan speedboat juga dilakukan secara ilegal, tidak melalui dermaga resmi.