Nobar Film ‘Pesta Oligarki’ di Tarakan, Menyingkap Tabir Pemilu Kita
TARAKAN – Jelang berakhirnya masa jabatan Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo, muncul gerakan untuk melakukan nonton bareng (nobar) film garapan Dandhy Dwi Laksono berjudul Pesta Oligarki.
Hasil dari produksi studio WatchdoC Documentary Maker yang menceritakan bagaimana Pemilu 2024 yang merupakan pesta demokrasi ini berubah menjadi pesta para elit untuk berebut dan bagi-bagi kue jabatan. Momentum dimana masyarakat hanya mendengarkan janji-janji politik dari setiap Pasangan Calon (Paslon).
Sejumlah kota di Indonesia menyelenggarakan kegiatan nobar film yang cukup kontroversial ini. Tak terkecuali di ujung utara Indonesia, Kota Tarakan pada Sabtu (19/10/2024) malam.
Kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Hukum Cabang Tarakan, Fadhil Qobus mengatakan jika puluhan orang yang hadir hari ini datang dari seluruh kampus di Kota Tarakan. Kegiatan yang melibatkan internal HMI melainkan organisasi kemahasiswaan se-Kota Tarakan baik internal (BEM) maupun eksternal (Cipayung Plus).
Rangkaian kegiatan tersebut tidak hanya nobar, melainkan juga terdapat diskusi film bersama akademisi UBT Bapak Dr. Ismit Mado, S.T., M.T. dengan harapan ada dialektika antara mahasiswa dan narsum tentang kualitas demokrasi dan pemilu di Indonesia.
Perlu diakui bahwa tingkat literasi generasi muda yang masih minim menjadi kendala dalam partisipasi politik atau Pemilihan Umum (Pemilu). Banyak anak muda yang punya stigma negatif terhadap dunia perpolitikan di Indonesia. Hal inilah yang membuat anak muda jadi tidak tertarik dan tidak mampu menilik visi-misi dari para setiap calon pemimpin.
“Sudah empat puluh dua tahun Indonesia menggelar pesta demokrasi di setiap lima tahun sekali.
Akan tetapi dibalik angka partisipasi pemilih yang tinggi, masih banyak tantangan yang menghadapi ditengah hiruk pikuk kampanye dan euphoria Pemilu, kita perlu merenung,” terangnya.
Fadhil menjelaskan, meskipun kesadaran terhadap politik tidak bisa dipaksakan. Akan tetapi dengan adanya nobar seperti ini dirinya berharap dapat membuka ruang-ruang diskusi hingga dapat mengasah daya kritis generasi muda.
“Apakah kita benar-benar merayakan hak demokratis kita secara utuh? Apakah makna demokrasi telah kita pahami dan hayati dengan sungguh-sungguh? Ataukah kita hanya sebatas mengikuti arus tanpa benar-benar merasakan dampaknya bagi kehidupan sehari-hari? Ataukah masih ada celah-celah yang perlu kita perbaiki, seperti rendahnya literasi politik, politik uang dan polarisasi yang semakin tajam,” lanjutnya.
Ketika disinggung apakah kegiatan nobar film Pesta Oligarki ini berjalan lancar sesuai skenario panitia pelaksana, Fahil mengatakan sempat ada usaha membatalkan acara nobar ini. Ia membeberkan ada pihak aparat pemerintah kota yang datang ditengah acara kemudian meminta acara dihentikan sementara dan mempertanyakan izin dari acara nobar ini.
“Tadi sempat ada Satpol PP yang datang disaat pemutaran film, minta acara dihentikan sementara dan juga menanyakan izin kegiatan. Sudah kami sampaikan bahwa acara ini adalah kegiatan literasi,” tutupnya.