Redam Kontraksi Ekonomi, Maksimalkan Belanja Pemerintah
TANJUNG SELOR – Dampak pandemi ini, dirasakan hampir semua provinsi di Indonesia. Di perekonomian misalnya, pada triwulan II, hampir semua provinsi mengalami kontraksi, kecuali Papua dan Papua Barat. Dari perhitungannya, Indonesia mengalami kontraksi ekonomi sebesar 5,32 persen pada triwulan II-2020. Dimana, terakhir kali Indonesia mengalami kontraksi ekonomi adalah pada triwulan I tahun 1999, sebesar 6,13 persen.
Di Kalimantan Utara (Kaltara), kontraksi pertumbuhan ekonomi juga terasa. Dari catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltara, Ekonomi Kaltara triwulan II-2020 terhadap triwulan I-2020 terkontraksi sebesar 6,95 persen (q-to-q). Sedangkan pertumbuhan ekonomi triwulan II-2020 terhadap triwulan II-2019 terkontraksi 3,35 persen (y-on-y).
Meredam agar kontraksi ekonomi tidak terjadi lagi di triwulan III-2020. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltara berupaya memaksimalkan belanja atau konsumsi pemeritah dengan cepat. Dengan begitu, dapat menjadi instrumen daya ungkit untuk menggerakkan sektor-sektor usaha yang lain. “Tentu hal itu bukan hanya pada tingkat provinsi, namun juga pada tingkat pemerintah kabuapten dan kota di Kaltara,” kata Kepala Biro Perekonomian Setprov Kaltara H Rohadi di ruang kerjanya, baru-baru ini.
Menurutnya, pembatasan pergerakan orang karena adanya covid-19 memang penyebab kontraksi ekonomi. Tercatat, semua provinsi di Kalimantan mengalami kontraksi ekonomi, dengan urutan terbesar Kalimantan Timur (Kaltim) 5,46 persen. Diikuti Kalimantan Barat (Kalbar) 3,40 persen, Kaltara 3,35 persen, Kalimantan Tengah (Kalteng) 3,15 persen, dan Kalimantan Selatan (Kalsel) 2,16 persen. “Dengan berkurangnya pembatasan dan membiasakan pergerakan orang dengan protokol kesehatan saat ini, kita harapkan semoga tidak menghambat pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya.
Sementara Kepala BPS Kaltara, Eko Marsono mengatakan dari sisi produksi, penurunan disebabkan oleh kontraksi yang terjadi pada sejumlah lapangan usaha. Kontraksi terbesar pada lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar 22,08 persen. Sementara dari sisi pengeluaran, penurunan disebabkan antara lain oleh kontraksi pada komponen ekspor barang dan jasa sebesar 2,76 persen.
“Yang tertinggi dicapai oleh lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum terkontraksi sebesar 19,27 persen. Sedangkan, dari sisi pengeluaran, pertumbuhan negatif tertinggi dicapai oleh komponen pengeluaran konsumsi pemerintah yang terkontraksi sebesar 6,54 persen,” ujarnya.
Kendati demikian, Eko melihat masih ada peluang pertumbuhan positif. Hal ini dipicu dari pertumbuhan positif lapangan usaha jasa kesehatan sebesar 8,93 persen, dan pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 2,82 persen. “Meski tidak mampu mendongkrak kontraksi tahun sebelumnya, setidaknya masih ada harapan trend positif,” tutupnya.
KENAIKAN INVESTASI
Meski masih berada di tengah pandemi Covid-19, tak mengurangi minat para investor untuk berinvestasi di Kaltara. Hal ini ditunjukkan dengan realisasi investasi triwulan II tahun 2020 di Kaltara yang justru mengalami kenaikan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Kaltara, pada triwulan II 2020, untuk Penanaman Modal Asing (PMA) mencapai Rp 689,4 miliar. Sedangkan untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp 1,226 triliun. Sehingga total realisasi investasi mencapai Rp 1,91 triliun. Naik sekitar 9 persen dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya (2019), dengan nilai Rp 1,75 triliun.
Plt Kepala DPMPTSP Kaltara, Faisal Syabaruddin merincikan, realisasi PMA triwulan II 2020 tercatat jumlah proyek yang berjalan sebanyak 44 proyek, dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 320 orang. Pada realisasi investasi PMA, subsektor industri kimia dan farmasi memberikan kontribusi terbesar. Dengan nilai investasi sebesar Rp 623,3 miliar. Sementara PMDN, dilaporkan ada 91 proyek. Dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 1.169 orang. “Sektor usaha PMDN masih didominasi oleh subsektor tanaman pangan, perkebunan dan perternakan, pertambangan dan kehutanan. Dengan nilai investasi mencapai Rp 541,9 miliar,” katanya.
Diungkapkannya, nilai realisasi investasi yang masuk ke Kaltara mengalami peningkatan dibanding periode sama pada 2018 dan 2019. Pada triwulan II 2018, sebutnya, nilai realisasi investasi di Kaltara mencapai Rp 1,044 triliun. Kemudian pada triwulan II 2019 naik sebesar 68,3 persen menjadi Rp 1,758 triliun. Dan di triwulan II 2020, terjadi kenaikan lagi sebesar 9 persen. Dengan nilai Rp 1,916 triliun.
Disebutkannya, pada tahun ini, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memberikan target realisasi investasi untuk Provinsi Kaltara sebesar Rp 8,086 triliun. Sementara target realisasi investasi pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2020 untuk Kaltara sebesar Rp 7,12 triliun. Itu artinya, nilai realisasi investasi sampai dengan triwulan II 2020 baru mencapai 27,3 persen dari target BKPM, sedangkan nilai realisasi investasi dari target RPJMD 2020 baru mencapai 27 persen.
Diakuinya, sesuai laporan DPMPTSP juga, belum maksimalnya angka realisasi investasi di Kaltara karena masih terdapat perusahaan belum menyampaikan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM). Sehingga banyak data realisasi investasi yang belum terdata dalam basis data realisasi investasi LKMP online. Padahal sebagian besar perusahaan tersebut sudah berproduksi bahkan telah merealisasikan kegiatan investasinya.(humas)