
Kalimantan Raya, Tarakan – Ratusan anggota Aliansi Ormas Adat Tarakan menggelar aksi damai menolak keberadaan Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya di Kota Tarakan. Aksi yang berlangsung di depan Grand Tarakan Mall ini menjadi panggung bagi masyarakat adat untuk menyuarakan kekhawatiran mereka, pada Sabtu (17/5).
Dalam aksi tersebut, Ghufron, salah satu tokoh massa aksi, mencuri perhatian dengan tantangan yang dilayangkannya kepada Ketua Umum GRIB Jaya, Hercules Rosario Marshal.
“Salam dari Kalimantan Utara, Hercules kalau Anda jagoan, saya tantang kamu. Kalau di Sulawesi Selatan berani satu sarong, kalau saya berani satu ring, silakan saya satu,” seru Ghufron di hadapan massa.
Tantangan tersebut bukan sekadar ucapan emosional. Ghufron menjelaskan bahwa keberanian yang ia tunjukkan adalah simbol dari semangat masyarakat adat yang menolak segala bentuk kekerasan dan intimidasi.
“Saya por ronde. Ronde tiga kamu sudah K.O., sudah menang kamu. Tunjukkan nyalimu. Walaupun riwayat kami sahabat, tapi dalam ring, baku hantam dulu,” tegasnya, disambut sorak-sorai peserta aksi.
Penolakan terhadap GRIB Jaya bukanlah fenomena baru. Aliansi Ormas Adat Tarakan menyatakan bahwa kehadiran GRIB Jaya dianggap mengancam ketertiban sosial di Kalimantan Utara.
“Kami tidak ingin ada organisasi yang membawa kekerasan dan intimidasi ke wilayah kami. Bumi Paguntaka Tarakan ini punya adat, tatanan, dan budaya. Jangan sampai kondusifitas dan kamtibmas Kota Tarakan terganggu gara-gara organisasi baru,” tegas Ricky Febriansyah, Koordinator Lapangan.
GRIB Jaya, organisasi kemasyarakatan yang dipimpin oleh Hercules Rosario Marshal, kerap menjadi sorotan publik karena dugaan keterlibatan anggotanya dalam berbagai insiden kekerasan.
Salah satu insiden yang paling menonjol terjadi pada Januari 2020, ketika bentrokan antara GRIB Jaya dan ormas Pemuda Pancasila di Cengkareng, Jakarta Barat, menyebabkan satu orang tewas dan beberapa lainnya terluka. Selain itu, GRIB Jaya dikaitkan dengan penganiayaan terhadap polisi, pembakaran kendaraan, dan penyegelan paksa pabrik.
Pernyataan kontroversial Hercules terhadap sejumlah tokoh politik, termasuk mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, semakin memperkuat citra negatif organisasi ini.
GRIB Jaya secara hukum adalah organisasi kemasyarakatan yang terdaftar resmi. Namun, status legal ini tidak menjadi jaminan bagi mereka untuk bertindak di luar koridor hukum. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, setiap ormas wajib menghormati hukum dan norma sosial yang berlaku.
Namun, sejumlah insiden kekerasan yang diduga melibatkan GRIB Jaya sering kali tidak ditindak tegas. Pemerintah hingga kini tampak belum menunjukkan sikap yang jelas terkait laporan kekerasan yang melibatkan organisasi ini.
“Pengawasan terhadap ormas tidak hanya soal legalitas administratif, tetapi juga kepatuhan terhadap hukum dan etika sosial. Jika ada indikasi kekerasan, maka harus ada penegakan hukum tanpa pandang bulu,” ujar Pengamat Hukum Kaltara yang enggan disebutkan namanya.
Pemerintah memiliki kewenangan untuk melakukan pembinaan, pemberian sanksi, hingga pembubaran ormas yang terbukti melanggar hukum dan meresahkan masyarakat. Namun, ketegasan itu seringkali absen.
Aksi damai di Tarakan bukan sekadar protes, tetapi simbol perlawanan masyarakat adat terhadap kekuatan berbasis kekerasan. Ketua Lembaga Adat Tidung Ulun Pagun (LATUP) Tarakan, H. Abdul Wahab, secara tegas menyatakan penolakannya terhadap kehadiran GRIB Jaya di Tarakan.
“Kaltara ini sudah aman atas perlindungan Gubernur Kalimantan Utara, Kapolda Kaltara, dan Korem Kaltara. Tidak perlu ada lagi organisasi yang masuk ke Tarakan. Jika GRIB ingin masuk, kami tolak mentah-mentah,” tegas Abdul Wahab.
Masyarakat adat Tarakan berharap pemerintah segera mengambil sikap tegas terhadap GRIB Jaya. Mereka menuntut pemerintah untuk memastikan bahwa organisasi yang berpotensi mengancam ketertiban dan keamanan masyarakat tidak diberi ruang.
Aksi damai ini adalah peringatan dari Tarakan bahwa kekerasan dan intimidasi bukan bagian dari budaya kami.