Ajudan Kapolri Tonjok Kepala Pewarta Foto, Lontarkan Ancaman: “Pers? Saya Tempeleng Satu-satu!”

Kalimantan Raya, Semarang – Dunia jurnalistik kembali tercoreng oleh tindakan represif aparat. Seorang ajudan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo diduga melakukan kekerasan terhadap seorang pewarta foto saat liputan di Stasiun Tawang, Semarang, Sabtu (5/4).
Kejadian ini bermula saat Kapolri menyapa penumpang yang menggunakan kursi roda. Para jurnalis dan humas dari berbagai instansi berdiri di jarak aman untuk mengabadikan momen. Tapi mendadak, seorang ajudan datang dan mendorong mereka secara kasar, memaksa untuk mundur.
Makna Zaezar, pewarta foto dari Kantor Berita Antara, memilih menyingkir ke peron. Tapi insiden tak berhenti di situ. Ajudan yang sama mengejar Makna dan memukul kepalanya. Seolah belum cukup, ia juga sempat mengancam jurnalis lain.
“Kalian pers, saya tempeleng satu-satu.”
Ketua Divisi Advokasi AJI Semarang, M. Dafi Yusuf, menyebut insiden ini membuat banyak jurnalis merasa tak aman, bahkan ada yang sempat dicekik. Rasa trauma, marah, dan terintimidasi kini membayangi ruang kerja para pewarta.
Peristiwa ini jelas melanggar UU Pers No. 40 Tahun 1999. AJI Semarang dan PFI Semarang pun angkat suara:
1. Mengecam keras aksi kekerasan terhadap jurnalis.
2. Menuntut pelaku minta maaf secara terbuka.
3. Mendesak Polri beri sanksi tegas pada anggota yang terlibat.
4. Meminta Polri introspeksi dan tidak mengulang kejadian serupa.
5. Mengajak semua pihak media, organisasi jurnalis, dan masyarakat sipil untuk bersama mengawal kasus ini.
Setiap kamera yang dipukul, setiap mikrofon yang dibungkam, adalah satu langkah mundur demokrasi.
Kalau hari ini wartawan bisa ditampar, besok giliran siapa?