
Kalimantan Raya, Bogor – Isu RUU TNI yang ramai diperbincangkan publik akhir-akhir ini kembali mendapat sorotan, tapi kali ini langsung dari orang nomor satu di Indonesia, yakni Presiden Prabowo Subianto. Dalam sebuah wawancara eksklusif bersama tujuh jurnalis senior di kediamannya di Hambalang, Prabowo buka suara dengan tegas, jernih, dan apa adanya.
“Militerisme? Tidak ada itu. Saya justru yang paling awal dorong supremasi sipil di tubuh TNI,” ujarnya, dengan nada yang mantap namun tenang.
Pernyataan itu sekaligus membantah anggapan bahwa pemerintah sedang mencoba menghidupkan kembali nuansa pemerintahan militeristik lewat revisi Undang-Undang TNI. Menurut Prabowo, perubahan itu hanya menyangkut satu hal: penyesuaian usia pensiun agar para prajurit bisa bekerja lebih efektif.
“Jadi menurut saya, ini seharusnya bukan isu besar. Is a non-issue. Rakyat juga tahu kok,” katanya santai.
Sebagai mantan Jenderal dan tokoh militer yang kini memimpin negara, Prabowo mengingatkan publik bahwa justru dirinya termasuk tokoh yang mendorong TNI kembali ke barak pasca-reformasi.
“Yang bawa kembali TNI ke barak itu siapa? Ya kami sendiri, para pemimpin TNI waktu itu. Pak Wiranto, Pak SBY, Pak Agus Wirahadikusuma. Dan saya juga. Saya yang bilang pertama: civilian supremacy!” tegasnya.
Ia juga mengingat kembali momen saat diberhentikan oleh Presiden BJ Habibie dari jabatan militer. “Saya tunduk. Saya hormat. Padahal saya pegang pasukan terbanyak waktu itu. Tapi saya patuh. Karena saya percaya pada kepemimpinan sipil.”
Prabowo menilai, kepercayaan publik terhadap TNI selama ini tetap tinggi, sebagaimana tercermin dalam berbagai survei nasional. Karena itu, baginya, tuduhan soal upaya militerisasi hanyalah kekhawatiran yang tidak berdasar.
Melalui pernyataan terbuka ini, Presiden Prabowo ingin memastikan bahwa arah kebijakan pertahanan nasional tetap sejalan dengan prinsip reformasi dimana sipil memimpin, militer mendukung. Dan dirinya, katanya, akan tetap tegak memegang prinsip itu.