April 24, 2025
Opini

BBM Oplosan Rugikan Masyarakat, Pertamina Harus Berikan Kompensasi

  • April 14, 2025
  • 3 min read
BBM Oplosan Rugikan Masyarakat, Pertamina Harus Berikan Kompensasi

Kalimantan Raya, Opini – Mesin-mesin kendaraan di Tarakan dan sejumlah daerah lain satu per satu menyerah. Suaranya hilang, tenaganya lenyap, dan sebagian bahkan tak bisa lagi menyala. Ini bukan karena usia pakai atau salah servis, tapi karena bahan bakar yang mereka isi di SPBU resmi solar subsidi milik negara ternyata tercemar dan rusak. Kejadian ini bukan hanya soal kerusakan kendaraan, tetapi juga mencerminkan kelalaian dalam tata kelola distribusi energi yang sangat mempengaruhi masyarakat, khususnya yang bergantung pada BBM bersubsidi.

Solar yang seharusnya menjadi sumber tenaga hidup, justru jadi penyebab kerusakan mesin-mesin warga. Tangki-tangki penuh cairan keruh, filter bahan bakar menggumpal hitam, dan endapan seperti lumpur ditemukan di injektor. Semua ini terjadi setelah kendaraan mengisi di SPBU yang terafiliasi dengan Pertamina. Kejadian serupa juga dilaporkan terjadi di berbagai daerah lain, yang menunjukkan bahwa masalah ini bukan insiden terpencil, melainkan masalah sistemik yang harus segera diselesaikan.

PT Pertamina Patra Niaga, sebagai badan usaha yang memonopoli distribusi BBM di Indonesia, memberikan respons dengan bahasa protokol: uji laboratorium sedang dilakukan, pengambilan sampel telah dilakukan di beberapa SPBU, dan publik diminta untuk menunggu hasilnya. Namun, waktu berlalu tanpa adanya kejelasan. Hasil uji tidak diumumkan secara terbuka, dan yang lebih mengecewakan, tidak ada kompensasi bagi warga yang kendaraannya rusak, pendapatannya hilang, atau mobil operasionalnya harus masuk bengkel.

Kasus ini bukan hanya soal teknis distribusi BBM, tetapi lebih kepada akuntabilitas pemerintah dan perusahaan negara terhadap masyarakat. Sebagai BUMN, Pertamina memiliki tanggung jawab penuh terhadap kualitas produk yang beredar di pasar. Ketika terjadi penyimpangan seperti ini, tak bisa lagi ada saling lempar tanggung jawab antara SPBU, pihak ketiga, atau bahkan pemerintah. Masyarakat yang dirugikan berhak mendapatkan kompensasi sebagai bentuk pertanggungjawaban moral dan hukum, sekaligus langkah untuk memulihkan kepercayaan publik yang kini tergerus.

Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Kalimantan Utara, yang turun tangan atas kasus ini, menegaskan bahwa aduan paling banyak datang dari pengguna biosolar bahan bakar subsidi yang diperuntukkan bagi masyarakat kecil. Ironisnya, mereka yang paling rentan justru yang paling terdampak. Ini jelas menunjukkan bahwa kerusakan yang terjadi bukan hanya soal kualitas teknis bahan bakar, tetapi juga ketidakpedulian terhadap hak dasar masyarakat untuk mendapatkan BBM yang aman, berkualitas, dan sesuai dengan standar.

Kejadian ini mengungkapkan bahwa tata kelola distribusi energi di Indonesia masih sangat bobrok. Mulai dari pengangkutan yang tak steril, depot yang abai terhadap mutu, hingga SPBU yang mungkin tak peduli terhadap kualitas bahan bakar yang mereka jual. Padahal, sesuai dengan Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, pemerintah menjamin ketersediaan dan kelancaran distribusi BBM yang berkualitas baik dan terjangkau oleh masyarakat secara merata di seluruh wilayah Indonesia.

Lebih ironis lagi, kejadian ini terjadi di Kalimantan Utara, yang kaya akan sumber daya alam dan seharusnya menjadi bagian dari sistem distribusi BBM nasional yang modern dan terkoneksi. Jika di wilayah yang seharusnya mudah dijangkau ini saja masalah seperti ini bisa terjadi, bagaimana dengan daerah-daerah lain yang lebih terpencil dan rawan?

Jika pemerintah serius ingin memperbaiki tata kelola energi, langkah pertama adalah menyelesaikan masalah ini dengan tuntas dan transparan. Pertamina harus segera mengadakan audit publik terhadap rantai distribusi BBM, mengungkap siapa yang bertanggung jawab, dan memberikan kompensasi kepada masyarakat yang dirugikan. Kompensasi ini bukan sekadar ganti rugi, tetapi simbol dari negara yang hadir untuk membela hak rakyatnya.

Pertamina tak boleh bersembunyi di balik prosedur. Mereka harus bertindak tegas, melakukan investigasi internal, dan memastikan bahwa pengawasan distribusi BBM diperketat untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Tanpa langkah konkret ini, setiap tetes solar yang kita isikan ke tangki menjadi taruhan, bukan hanya untuk mesin kendaraan, tetapi juga untuk harapan rakyat terhadap negara.

 

Penulis : Tajudin Nor
Wakil Ketua KNPI Kota Tarakan