
Kalimantan Raya, Nasional – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyuarakan keprihatinan atas rendahnya gaji kepala daerah di Indonesia. Sekretaris Jenderal KPK, Cahya Hardianto Harefa, menilai gaji kepala daerah yang hanya berkisar Rp5,9 juta per bulan tidak sebanding dengan besarnya tanggung jawab dan tekanan jabatan tersebut. Kondisi ini, menurutnya, membuat peluang terjadinya korupsi menjadi lebih terbuka.
“Kalau penghasilannya hanya segitu, lalu dengan beban tugas dan godaan yang besar, wajar kalau akhirnya muncul penyimpangan,” ujar Cahya dalam diskusi media bertajuk Praktik Baik Penugasan Pj Kepala Daerah dari KPK di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (5/6).
Ia menyebut, meskipun ada tambahan pendapatan resmi lainnya, total penghasilan kepala daerah tetap belum memadai. Karena itu, ia mendorong pemerintah pusat untuk segera mengevaluasi sistem kesejahteraan kepala daerah, termasuk fasilitas dan gaji yang diterima.
Yang mengejutkan, kata Cahya, banyak orang justru berlomba-lomba mencalonkan diri menjadi kepala daerah meski penghasilan mereka sangat kecil. “Ini yang perlu jadi perhatian. Apa yang sebenarnya mendorong mereka? Kalau hanya mengandalkan gaji resmi, tidak masuk akal,” tegasnya.
Cahya menyebut rendahnya gaji hanyalah salah satu dari sekian banyak faktor penyebab maraknya korupsi di tingkat daerah. Menurutnya, biaya politik yang tinggi, minimnya pengawasan, dan sistem birokrasi yang belum transparan memperparah situasi. “Kalau biaya politik tetap mahal dan sistem pengawasan tidak dibenahi, maka celah korupsi akan tetap ada,” ujarnya.
KPK juga kembali menyoroti pentingnya pendanaan partai politik yang memadai sebagai langkah strategis dalam mencegah korupsi dari hulu. Cahya mengungkapkan, KPK telah mengusulkan skema pendanaan partai berbasis suara, yakni sebesar Rp10 ribu per suara, yang diharapkan dapat mengurangi ketergantungan partai terhadap sumber dana yang tidak sah.
Pernyataan Cahya ini memantik diskusi di kalangan publik mengenai urgensi reformasi kesejahteraan kepala daerah. Di banyak wilayah, termasuk Kalimantan Utara, kepala desa dan kepala daerah menjadi ujung tombak pelayanan masyarakat, namun masih menghadapi tekanan berat dengan dukungan kesejahteraan yang terbatas.
Dengan pengelolaan dana publik yang semakin besar, terutama di level desa dan kabupaten, peningkatan integritas kepemimpinan daerah dinilai sangat bergantung pada keseimbangan antara tanggung jawab dan kesejahteraan.