TARAKAN – Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) Dr H Irianto Lambrie menghadiri dan membuka Sosialisasi Pengawasan Orang Asing dan Rapat Kerja Tim Pemantauan Orang Asing Provinsi Kaltara Tahun 2018, Selasa (27/2) di Ruang Pertemuan Lantai 2 Hotel Duta, Tarakan. Sebelumnya, Gubernur melakukan pelantikan Tim Pemantauan Orang Asing Provinsi Kaltara yang diketuai oleh Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Kaltara Basiran.
Pada pengarahannya, Irianto mengingatkan pentingnya pemahaman pemerintah dan masyarakat mengenai orang asing. “Ada dua terminologi mengenai orang asing, yakni warga negara luar yang berdiam dan tinggal di Indonesia. Kedua, orang yang tidak dikenal. Dalam hal ini, yang digunakan adalah orang asing dari warga negara luar yang berdiam di Indonesia dengan tujuan tertentu. Atau sesuai dengan terminologi yang termaktub dalam Permendagri (Peraturan Menteri Dalam Negeri) No. 49/2010 tentang Pedoman Pemantauan Orang Asing Dan Organisasi Masyarakat Asing di Daerah,” kata Irianto.
Adapun orang asing yang dipantau, di antaranya diplomat, jurnalis, tenaga ahli atau tenaga kerja, peneliti, rohaniawan, artis, organisasi masyarakat dan lainnya. “Orang asing diawasi dan dipantau, karena setiap negara punya pengalaman dan cara tersendiri terkait hal ini. Indonesia sendiri, dengan wilayahnya yang luas dan terbuka, pengawasan orang asing menjadi penting. Indonesia juga dikenal akan masyarakatnya bersikap ramah dan terbuka bagi orang asing. Sikap ini bagus, tapi pertanyaannya hal tersebut tak mampu mendorong kedatangan wisatawan ke Indonesia. Berbeda dengan negara lain, yang penuh curiga terhadap orang yang tak dikenalnya. Tapi, kunjungan wisatawannya cukup tinggi,” beber Irianto.
Tak terlepas dari itu, secara umum, menurut Gubernur, di era globalisasi ini pengawasan antar negara semakin renggang. Batas negara makin tidak jelas secara fisik. “Persoalannya, Indonesia memiliki persyaratan yang rumit untuk perizinan imigrasi semacam ini. Banyak persyaratan administrasi yang harus dilengkapi. Hal ini menjadi catatan tersendiri, karena tren dunia saat ini, adalah mempermudah orang. Dari itu, perlu dilakukan perubahan,” jelas Irianto.
Apapun permasalahan yang muncul, orang asing patut dicurigai. “Indonesia memiliki sejumlah lembaga pengawasan dan pemantauan orang asing. Di tingkat daerah, khususnya Kaltara pada hari ini telah dibentuk Tim Pemantauan Orang Asing. Tapi, pada realitanya kita kerap kali kebobolan. Bahkan nyaris tiap hari, aparat pemerintah berurusan dengan masalah pengawasan orang asing,” urai Gubernur.
Persoalan ini muncul karena sejak zaman dulu, negara bertetangga sekalipun saling berperang. Alhasil, timbul saling curiga antar negara. “Contohnya, antara Malaysia-Indonesia. Pemerintah Malaysia telah menerapkan peraturan sangat ketat dengan Indonesia. Hingga melakukan tindakan yang dinilai melanggar HAM. Kasus ini, sempat membuat saya mengajukan protes kepada Pemerintah Malaysia. Penyebabnya, imigrasi Malaysia menempatkan WNI yang masuk secara ilegal ke Malaysia dalam kerangkeng yang sempit. Tahanan pun dapat dilihat oleh orang yang berurusan disitu. Protes diajukan pada saat pertemuan Sosek Malindo. Alhamdulillah, kerangkeng itu sudah dibongkar dan sampai saat ini sudah tak ada lagi bangunan sejenisnya,” papar Irianto.
Bukti lain dari ketatnya aturan pengawasan orang asing di Malaysia, adalah hingga hari ini ratusan TKI dideportasi ke Indonesia melalui Nunukan. “Kenapa orang asing harus diawasi dan dipantau? Sebab, salah satunya karena orang asing dikhawatirkan dapat mengganggu stabilitas negara. Bahkan, ada kemungkinan situasi nasional dikendalikan dan dipermainkan oleh pihak intelijen asing,” jelasnya.
Dikatakan Irianto lagi, ada beberapa isu strategis mengenai pengawasan orang asing di Indonesia. Diantaranya, radikalisme dan terorisme. “Dengan garis perbatasan yang cukup panjang di Kaltara, pengawasan orang asing cukup sulit dilakukan. Beruntungnya, Indonesia memiliki TNI dan Polri yang memiliki kemampuan dan loyalitas tinggi terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya menjaga kedaulatan dan kehormatan negara. Hingga, hal ini menimbulkan rasa segan dari negara lain. Semangat ini harus dihargai,” urai Irianto.
Yang harus diketahui, ungkap Gubernur radikalisme dan terorisme bukan bersumber dari Islam. “Untuk itu, ini menjadi pelajaran kepada masyarakat agar memahami permasalahan komprehensif sehingga tak menjadi salah faham. Yang jelas, benih radikalisme dan terorisme bila dibiarkan akan berbahaya, bahkan bisa menimbulkan kekacauan dan pembunuhan,” ungkapnya.
Isu lain yang harus diperhatikan, adalah penyelundupan narkoba. Kaltara masuk daerah merah dalam peredaran narkoba. Bahkan, berada pada urutan nomor 5 nasional. “Menanggapi masalah ini, Pemprov (Pemerintah Provinsi) Kaltara pun menandatangani MoU (Memorandum of Understanding) dengan BNN (Badan Narkotika Nasional) untuk tindakan pencegahan dan pemberantasan peredaran narkoba,” papar Gubernur.
Parahnya lagi, berdasarkan pengalaman Gubernur setelah melihat langsung kondisi lembaga pemasyarakatan (Lapas) di Kaltara, sekitar 70 persen dihuni narapidana narkoba. “Ini bukti bahwa kita belum bisa menangani kasus narkoba secara tuntas,” ucap Irianto. Hal lain yang patut menjadi perhatian tim pemantauan orang asing, adalah soal human trafficking dan penyelundupan barang berbahaya lainnya. Seperti senjata dan lainnya.(humas)