November 16, 2025
Kaltara Pendidikan Tarakan

Riuh Biaya Perpisahan: Antara Tradisi, Beban, dan Kebijakan yang Tak Wajib

  • Mei 1, 2025
  • 3 min read
Riuh Biaya Perpisahan: Antara Tradisi, Beban, dan Kebijakan yang Tak Wajib

Kalimantan Raya, Tarakan – Musim kelulusan belum tiba, tapi kisruh soal biaya perpisahan sudah lebih dulu menggema. Di Tarakan, Kalimantan Utara, keluhan orang tua murid tentang pungutan Rp 450 ribu untuk sewa gedung acara perpisahan sekolah dasar menyulut perdebatan. Unggahan yang viral di media sosial memaksa Dinas Pendidikan Kota Tarakan turun tangan.

Kepala Dinas Pendidikan Tarakan, Thamrin Toha, mengingatkan bahwa kegiatan perpisahan tidak boleh menjadi beban bagi siswa maupun orang tua. “Pak Menteri sudah tegas, tidak boleh ada perpisahan yang membebani orang tua atau siswa,” kata Thamrin pada Selasa malam, 29 April.

Ia menyebutkan bahwa salah satu sekolah yang sudah merancang perpisahan bersama komite akhirnya membatalkan rencana tersebut setelah keluhan orang tua merebak di media sosial. “Komite sudah rapat, tapi karena ada laporan di media sosial, mereka memutuskan untuk membatalkan,” ujarnya.

Menurut Thamrin, kegiatan perpisahan diperbolehkan selama dilaksanakan secara sederhana dan berada di lingkungan sekolah. “Saya harap pelaksanaan cukup di satuan pendidikan masing-masing,” tegasnya. Dinas Pendidikan, lanjut Thamrin, akan segera menerbitkan surat edaran guna mengatur teknis kegiatan perpisahan agar tak lagi menjadi polemik. “Kalau mau dilaksanakan, cukup sederhana di sekolah, jangan sampai memberatkan,” ucapnya.

Nada yang sama datang dari Kepala Perwakilan Ombudsman RI Kalimantan Utara, Maria Ulfa. Ia menegaskan bahwa perpisahan bukan kegiatan wajib dan tidak memiliki dasar hukum sebagai kegiatan yang harus dibiayai orang tua. “Praktik seperti ini memicu diskriminasi dan harus ditiadakan,” ujarnya.

Maria mengutip Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek Nomor 14 Tahun 2023 yang menegaskan bahwa acara perpisahan bukan kegiatan wajib. Ia pun mengingatkan bahwa pungutan tanpa payung hukum jelas tergolong pungutan liar. “Masyarakat adalah pengawas eksternal pelayanan publik. Komplain mereka mendorong instansi untuk evaluasi kebijakan. Jangan takut menuntut hak yang dijamin konstitusi,” tegasnya.

Wali Kota Tarakan, Khairul, ikut angkat suara. Ia menegaskan bahwa perpisahan maupun wisuda bukan bagian dari kurikulum formal. “Perpisahan tidak wajib dilakukan. Tetapi bila orang tua menyepakati dan sekolah mendukung, dipersilakan. Jangan sampai memberatkan,” kata Khairul, Rabu, 30 April.

Ia menggambarkan masa sekolahnya dahulu yang tanpa pesta megah. “Begitu lulus langsung cari sekolah ke jenjang lebih tinggi. Kalau pun ada acara, cukup bawa nasi kuning dan lauk telur dari rumah, lalu dimakan bersama,” ujarnya. Menurutnya, perpisahan cukup dilakukan secara sederhana di sekolah, tanpa embel-embel hotel dan pesta mewah.

Khairul mengingatkan bahwa acara perpisahan dan wisuda semestinya tidak memunculkan tekanan kepada orang tua yang tidak mampu. “Yang tidak mampu jangan dipaksa harus ikut. Kalau pun tidak ikut perpisahan, ijazah juga tidak ditahan,” katanya.

Ia menegaskan, kegiatan ini bukan kebijakan resmi pemerintah daerah maupun Dinas Pendidikan, melainkan ranah komite sekolah. “Sekolah biasanya hanya mendukung. Pembicaraan ada di komite. Jadi jangan ukur baju di badan sendiri, siapa yang mau dan siapa yang tidak, jangan dipaksakan,” pungkasnya.