
Kalimantan Raya, Tarakan – Layanan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Alam Kota Tarakan kembali menjadi sorotan publik. Setelah sebelumnya ramai diperbincangkan akibat kerugian akumulatif yang mencapai Rp202 miliar pada tahun buku 2023, kini giliran kualitas air yang didistribusikan ke pelanggan yang menuai keluhan.
Sebagian besar warga mengungkapkan kekecewaan terhadap mutu air yang dialirkan ke rumah-rumah. Air dinilai tidak layak pakai seperti keruh, berbau, dan bahkan tidak bisa digunakan untuk mandi, apalagi dikonsumsi. Di saat yang sama, beban tagihan justru terus meningkat tanpa diiringi perbaikan pelayanan.
Warga Kampung Bugis, Ari (35), mengaku sudah pernah melaporkan persoalan ini sejak Desember 2024, namun hanya pengecekan yang ia peroleh tanpa tindak lanjut konkret.
“Dua kali dilaporkan, dua kali dicek, tapi hasilnya tetap sama. Saya tidak keberatan dengan kenaikan tarif dari Rp30 ribu menjadi Rp100 ribu per bulan, asalkan ada peningkatan kualitas layanan,” terang Ari.
Hal serupa terjadi pada warga lainnya, Tajudin Nor (25) sebagai konsumen PDAM menyampaikan keresahannya kepada redaksi Kraya.id. Ia menyebut, keluhan serupa banyak beredar di media sosial maupun dalam grup-grup percakapan masyarakat.
“Selama air itu keruh dan belum melakukan perbaikan, Direktur PDAM harus memberikan kompensasi kepada masyarakat yang terdampak. Sebab secara tidak langsung karena air yang keruh, kita jadi harus membeli air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” ujarnya, Kamis, (10/4).
Dari keterangan Taju, ini bukan kali pertama, tapi sudah berulangkali masyarakat mengeluhkan persoalan air keruh PDAM. Adapun kenaikan tarif dan tagihan air justru menjadi ironi. Masyarakat, kata dia, harus membayar mahal untuk pelayanan yang dinilai semakin buruk dari waktu ke waktu.
“Tagihannya terus naik, tapi kualitas air yang diterima warga justru memburuk. Ini bukan sekadar ketimpangan, tapi sudah menyentuh ranah keadilan sosial,” ujarnya.
Menanggapi persoalan itu, Direktur PDAM Tirta Alam Kota Tarakan, Iwan Setiawan, menyampaikan bahwa keluhan masyarakat soal air keruh yang mengalir ke rumah-rumah pelanggan disebabkan oleh keterlambatan pengadaan bahan kimia untuk pengolahan air.
Penyebab utamanya, kata Iwan, adalah belum ditandatanganinya dokumen Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) serta Rencana Bisnis (Renbis) oleh Pj Wali Kota Tarakan sebelumnya, meski dokumen telah diajukan sejak Agustus 2024.
“Tanpa bahan kimia, proses pemisahan lumpur, penyeimbangan pH, dan pembunuhan bakteri terganggu,” ujar Iwan, Kamis, (8/4).
Ia menambahkan, hal tersebut juga dibenarkan dalam Rapat Dengar Pendapat bersama DPRD Tarakan. Sebagai langkah darurat, PDAM melakukan pengurasan reservoar di beberapa Instalasi Pengolahan Air.
PDAM mengimbau warga membuang air keruh selama lima menit pertama sebelum digunakan. Iwan menegaskan komitmen perusahaannya untuk terus meningkatkan kualitas layanan, seraya berharap hambatan administratif tidak terulang.