August 14, 2025
Opini

Jikalau Sabu Bisa Jadi Tawas, Apakah Hukum Kita Tumpul Ke Dalam

  • Juni 18, 2025
  • 3 min read
Jikalau Sabu Bisa Jadi Tawas, Apakah Hukum Kita Tumpul Ke Dalam

Kalimantan Raya, Opini – Bayangkan, sabu-sabu seberat 12 kilogram yang katanya hasil tangkapan besar, berubah jadi tawas di ruang barang bukti milik Polda Kalimantan Utara. Bukan plot dari sebuah film kriminal. Tapi ini nyata terjadi di lingkungan Polda Kalimantan Utara.

Dugaan ini menyeret nama-nama aparat Polda Kaltara itu sendiri, seperti Bripka BS dan Bripda AA. Publik pun dibuat geleng-geleng. Bagaimana bisa barang bukti narkoba kelas berat, yang mestinya dijaga super ketat, justru diduga telah dimanipulasi dari dalam?

Yang mengkhawatirkan adalah bahwa ini bukan sekedar skandal, tapi ancaman bagi keadilan. Apabila benar, mereka yang seharusnya menegakkan hukum justru ikut bermain, lalu apa yang tersisa dari kepercayaan masyarakyat?

Bukan hanya aib moral, ini kejahatan hukum. Secara hukum, penggantian barang bukti masuk dalam kategori obstruction of justice atau menghalangi proses peradilan. Dalam KUHP, hal ini bisa dijerat melalui beberapa pasal, seperti Pasal 221 KUHP (Menyembunyikan atau menghilangkan barang bukti dalam perkara pidana), Pasal 233 KUHP (Merusak atau mengganti barang bukti yang digunakan dalam proses peradilan), serta Pasal 421 KUHP (Penyalahgunaan wewenang oleh pejabat negara untuk kepentingan pribadi atau pihak lain).

Terlebih lagi, setelah berlakunya KUHP baru melalui Undang-Undang No. 1 Tahun 2023, ruang lingkup obstruction of justice kini diatur lebih komprehensif. Pasal-pasal terkait kini tak hanya menghukum tindakan langsung, tapi juga kelalaian sistemik dan pembiaran institusional.

Artinya, jika pimpinan atau sistem pengawasan internal di Polda Kaltara lalai atau bahkan tahu tapi justru membiarkan, maka mereka juga bisa ditarik ke dalam proses hukum. Ini bukan lagi soal oknum. Ini soal sistem.

Kita harus ingat bahwa tak ada yang kebal hukum, sebab semua sama dihadapannya (Equality Before the Law). Konstitusi kita pun sudah tegas mengatakan “Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum” (Pasal 27 ayat 1 UUD 1945). Maka siapa pun yang terlibat, baik berpangkat tinggi maupun rendah, haruslah diproses secara transparan, adil, dan terbuka. Ini saatnya Polri membuktikan, bahwa janjinya soal reformasi birokrasi bukan sekedar slogan.

Bila terbukti benar, maka aparat yang terlibat telah melanggar berat Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri. Ini bukan lagi soal pelanggaran prosedural. Ini soal harga diri institusi. Satu tindakan jahat bisa menghancurkan ribuan tindakan baik anggota lainnya.

Sehingga, kami dari BEM Nusantara Kaltara, dengan tegas menyatakan;

  1. Kapolda Kaltara harus buka suara dan transparan. Sampaikan posisi hukum Bripka BS dan Bripda AA, serta kemajuan penyidikan kepada publik.
  2. Divisi Propam Polri dan Kompolnas wajib turun tangan. Investigasi tidak bisa hanya dilakukan dari dalam melainkan harus independen.
  3. Kejaksaan Tinggi dan BNN wajib mengawasi. Jangan beri ruang intervensi dari internal Polri.
  4. Mahasiswa dan rakyat Kalimantan Utara jangan tinggal diam. Kita harus jaga suara kritis agar hukum tidak dibengkokkan secara diam-diam.

Jika hukum bisa dibeli atau ditukar, maka keadilan akan lenyap. Jika sabu bisa menjadi tawas, maka bukan tidak mungkin kebenaran pun bisa berubah menjadi kebohongan. Asal ada yang cukup berkuasa untuk memutarnya dengan settingan dan skema ala pemain.

Ini bukan soal kebetulan. Ini soal apakah kita masih punya keberanian untuk berdiri bersama kebenaran.

Kami, BEM Nusantara Kalimantan Utara, menolak semua bentuk penyimpangan hukum. Kami tidak akan diam.

Penulis : Fauzi
Koordinator Daerah BEM Nusantara Kalimantan Utara