SAMARINDA – Wacana penundaan pergelaran pemilihan umum (pemilu) yang kini bergulir dan menjadi bola panas di nasional, sejatinya cukup berkorelasi antara kepentingan lingkar kekuasaan dengan megaproyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (FH Unmul) Aang Surya menduga wacana penundaan pemilu ini merupakan sikap pesimistis dari oligarki terhadap penyelesaian megaproyek IKN di Kaltim.
Dua tahun sisa masa kekuasaan pemerintah saat ini sebelum waktunya berganti kepemimpinan, tentu menimbulkan kekhawatiran para lingkar kekuasaan akan terselesaikannya megaproyek yang selama ini mereka pupuk. Perkiraan selesainya proses pemindahan IKN Nusantara memerlukan waktu yang cukup lama, maka pemerintahan saat ini dianggap tidak cukup untuk menyelesaikannya.
“Logis jika wacana penundaan pemilu merupakan rencana atas ketakutan para elite politik yang berinvestasi di sana sehingga bagaimanapun caranya akan dilakukan supaya para investor-investor tersebut tidak merugi termasuk mengkoyak konstitusi,” ucap Aang, Rabu (13/4/2022).
Alasan yang cukup logis digulirkan yakni anggaran pemilu yang dinilai tidak masuk akal bahkan mencapai Rp110,4 triliun. Hal ini tentu sangatlah tidak wajar karena Indonesia sedang dalam masa pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19. Namun, apabila menoleh pada dana yang dibutuhkan untuk pembangunan IKN justru jauh lebih besar yaitu ditetapkan sekitar Rp466 triliun-Rp486 triliun hingga 2045 mendatang.
“Kan jadi timbul pertanyaan baru, kita punya banyak uang untuk pemindahan ibu kota tapi mengapa untuk melaksanakan amanat konstitusi dan pesta demokrasi rakyat kita tidak punya uang?,” terangnya.
Menurutnya, sangatlah jelas hal ini merupakan sebuah skenario yang coba dilakukan kalangan elit politik untuk memanfaatkan kondisi demi kepentingan pribadi dan kelompoknya. Di mana, Semakin bekembangnya peradaban dan majunya pemikiran manusia, lantas tingkat pengkerdilan nurani dan tenggang rasa sesama justru semakin memburuk, seiring dengan menjamurnya strategi politik para oligarki yang menguat.
“Disela warga berjuang mempertahankan tanah kelahirannya akibat IKN, justru terdapat segelintir orang yang berpikir untuk perpanjangan masa jabatan Presiden yang tentu mengkhianati semangat reformasi dan mengangkangi konstitusi,” tegasnya.
Aang berkata kapal bernama demokrasi itu kini telah dinakhodai oleh para oligarki, yang saat ini sedang berlayar menuju pulau bernama Nusantara, di tengah perjalanan kapal tersebut dihadang oleh kapal lain yang bernama konstitusi (lima tahun masa jabatan), dengan sigap kapal demokrasi itu mengeluarkan meriam (penundaan pemilu), tak tinggal diam kapal konstitusi pun mengeluarkan meriam pula (mahasiswa dan masyarakat pejuang konstitusi).
“Di mana pemerintah? Pemerintah adalah anak kapal demokrasi yang dibajak oligarki, tak banyak mereka tahu tentang gentingnya suasana di luar kapal karena mereka hanya menjaga mesin dan kondisi kapal tetap siaga berperang tanpa mereka sadari yang mereka perangi adalah anak bangsanya sendiri,” tutupnya.