SAMARINDA – Banyaknya dugaan kasus pelanggaran yang diakibatkan oleh aktivitas pertambangan di Kaltim seperti jarak lokasi tambang yang dekat dengan permukiman, pembiaran lubang-lubang bekas tambang menganga yang hingga memakan korban, penggunaan akses jalan umum untuk aktivitas pertambangan, rusaknya sumber daya air seperti sungai ataupun anak sungai, terjadinya konflik tenurial dalam pemanfaatan lahan, hingga maraknya aktivitas penambangan ilegal alias koridor. Hal ini menjadi polemik yang tak kunjung terselesaikan.
Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) ungkap adanya aktivitas tambang yang diduga ilegal di Kecamatan Siluq Ngurai, Kabupaten Kutai Barat.
Pengurus LCKI Bachmid Wijaya menyampaikan adanya aktivitas tambang diduga ilegal ini sangat meresahkan warga, terkhusus di Kecamatan Siluq Ngurai.
Hal ini merupakan permasalahan yang terus berulang. Bahkan, terkesan tak pernah ada perhatian khusus untuk penyelesaiannya dari Pemerintah. Apalagi, Kubar ini lanjut dia merupakan salah satu kabupaten yang marak adanya tambang diduga koridor.
“Ini ada tambang diduga koridor di Siluq Ngurai yang penyimpanannya di Sendawar,” kata Bams sapaannya.
Tak hanya di Siluq Ngurai, Bams juga menyebut terdapat beberapa Kecamatan lainnya yang juga terdapat aktivitas diduga koridoran.
Menurutnya, hal ini perlu untuk ditindaklanjuti. Karena selama ini peran Pemerintah daerah (Pemda) baik provinsi maupun kabupaten/kota yang dipercaya sebagai pimpinan tertinggi diwilayahnya pun tak kunjung dapat memberikan keadilan ekologi terhadap masyarakat. Bahkan, pemerintahan tingkat kecamatan dan desa pun disinyalir turut terlibat dari adanya tambang koridor.
“Soalnya koridoran itu tidak masuk ke pendapatan untuk daerah, dampaknya aja yang kita rasakan,” ucapnya.
Bams mengaku Pemda dari tingkat Provinsi hingga desa itu seolah menutup mata terkait aktivitas tambang koridor. Justru cenderung terkesan dilakukan pembiaran. Begitupula instansi-instansi yang berkaitan pun terlihat tak ada gaungnya. Tak hanya itu, DPRD provinsi dan kabupaten/kota pun seolah kehilangan nyali untuk menyuarakannya.
“Dari pemerintah saat ini kan hanya berbicara saja, tapi bagaimana eksekusinya? Sangat minim,” tegasnya.
Menurutnya, Pemda sejatinya mempunyai tanggung jawab moral, untuk mempertahankan, menjaga, melindungi, alam yang ada. Tidak hanya pemprov, pemerintahan di setiap tingkatan pun harusnya melakukan hal yang sama.
“Karena mencabut satu pohon saja membutuhkan waktu yang lama untuk menanam sampai besar lagi. Apalagi, kalau ratusan hingga ribuan pohon yang ditebang sebelum mengambil batu bara, pastinya itu sangat berdampak pada ekosistem yang ada,” papar Bams.
Tambang koridor, sejatinya merupakan aktivitas yang tidak memiliki izin. Bahkan, hanya menempel di perusahaan pemilik konsesi. Karenanya, justru tidak akan berdampak apapun untuk pendapatan daerah. Hanya akan merusak lingkungan saja. Tak hanya itu, tetapi adanya penggunaan fasilitas umum juga akan merusak infrastruktur jalan.
Bams mengatakan apabila tidak ada ketegasan dari pemerintah untuk menindak, maka Kaltim akan susah untuk menghilangkan aktivitas tambang koridor ini.
Ia berharap dari Polda maupin Mabes Polri perlu untuk turun ke lokasi untuk mengidentifikasi dan melihat langsung dugaan koridor di Kubar ini.