Legalitas Tenaga Kerja Asing di Kaltim Jadi Sorotan Akhmed Reza Fachlevi
KALIMANTAN RAYA – Tenaga Kerja Asing (TKA) yang berada di Kalimantan Timur menjadi sorotan dari sejumlah kalangan. Apalagi, TKA sekarang banyak yang bekerja di Perusahaan Asing asal Tiongkok contohnya di Kelurahan Pendingin, Kecamatan Sanga-Sanga, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Salah satunya dari Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Akhmed Reza Fachlevi yang membidangi ketenagakerjaan menyoroti jumlah TKA. Sebab, dalam kurun waktu yang sangat singkat, jumlah pekerja TKA yang berada di PT Kobexindo Cement bertambah, sementara untuk jumlah tenaga kerja lokal tidak.
“Kami ingin semua ini bisa menjadi perhatian bersama, dalam waktu yang sangat singkat ini jumlah Tenaga Kerja Asing (TKA) terus bertambah, inilah yang menjadi pertanyaan saat ini bagaimana perizinan TKA itu?,” tanya Akhmed Reza Fachlevi.
Lebih lanjut, Reza membeberkan bahwa bagi seluruh perusahaan yang menggunakan TKA agar dapat memiliki dokumen berupa Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang harus dimiliki oleh kegiatan investasi (PMA dan PMDN). Hal itu juga berdasarkan PP Nomor 34 Tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing dan Permenaker RI No 8/2021 tentang Peraturan Pelaksanaan PP No. 34/2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
“Jadi bagi seluruh perusahaan yang memperkerjakan TKA wajib memiliki pengesahan RPTKA. Lanjutnya, untuk pengesahan RPTKA itu dikeluarkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Nah ini bagaimana untuk prosesnya apakah sudah berjalan atau belum?,” tegasnya.
Selain itu, tugas dari Disnakertrans Kaltim guna melakukan pengawasan ketenagakerjaan menjadi penting. Sebab, dokumen pengesahan RPTKA berkaitan dengan wilayah kerja TKA itu. Sehingga, ia meminta kepada instansi terkait agar bisa memastikan jumlah serta legalitas TKA yang ada di kedua perusahaan tersebut.
“Selain visa kerja, dan jika dalam dokumen tercantum wilayah kerja Kukar, maka TKA itu tidak boleh bekerja di Kutim. Apalagi sampai ada perusahaan memiliki TKA, tidak memiliki RPTKA, maka itu kewenangan Disnakertrans untuk menghentikan aktivitas TKA tempat kerjanya,” ujarnya.
Reza berharap, dengan adanya TKA tidak merugikan masyarakat sekitar dan daerah. Berdasarkan PP No. 34/2021, TKA wajib dikenakan dana kompensasi penggunaan tenaga kerja asing (DKPTKA). Dalam aturan itu, per TKA dalam 1 jabatan dikenakan konstribusi atau biaya retribusi sebesar USD100 per bulan.
“TKA dilarang rangkap jabatan dalam perusahaan yang sama, tapi jika memiliki satu jabatan pada perusahaan yang berbeda itu boleh. Perlu diingat, TKA dilarang menjabat di bagian personalia,” bebernya.
Lebih lanjut, Reza juga menegaskan tentang TKA yang berada di PT Kobexindo Cement yang berada di Kutim. Pada tahun 2021 lalu, terlihat seorang TKA yang berasal dari Tiongkok menjadi operator unit CAT 773 serta mobil pick up, mereka didapati tidak bisa berbahasa Indonesia. Bukan hanya itu, dalam beberapa waktu yang sama, PT Kobexindo Cement dalam pengumuman lowongan pekerjaannya mensyaratkan bagi calon operator serta driver wajib bisa berbahasa Mandarin.
“Padahal telah jelas, ketika tenaga lokal atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI) mampu maka tidak boleh menggunakan Tenaga Kerja Asing. Namun, apabila TKA itu dipekerjakan wajib ada pendamping, itu berguna untuk transfer ilmu,” katanya.
Terakhir, Reza menambahkan bahwa penggunaan TKA telah diatur dalam Perda Kaltim No 14 Tahun 2014 Tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA).
“Kami akan terus memonitoring, terlebih dalam aturan 20 persen Tenaga Kerja Asing (TKA) dan untuk 80 persennya dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau lokal. Nah, dari pernyataan itu, apakah perusahaan yang sudah beroperasi memiliki izin-izin itu?,” tutupnya. (adv)