TARAKAN – Berbicara tentang penaganan perkara pidana tidak hanya sebatas menyelesaikan pelanggaran maupun kejahatan namun juga harus menjamin rasa keadilan, kepastian hukum, dan manfaat sebagai tujuan hukum itu sendiri.
Proses penegakan hukum terhadap pelaku kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan mantan kades ambalat meninggal dunia sudah mulai berjalan. Berdasarkan keterangan Kapolresta Bulungan Kombes pol Agus Nugraha mengatakan, pengemudi yang berinisial RPS, Seorang anggota polisi berpangkat bripda ini, disangkakan Pasal 310 UU No 22 tahun 2009, tentang lalu lintas angkutan jalan (LLAJ). Yaitu, berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan hilangnya nyawa orang. Dengan ancaman pidana 6 tahun penjara dan atau denda Rp 12 juta.
“Sementara masih dalam proses. Statusnya tersangka. Hanya saja masih ada upaya penyelesaian perdamaian. Antara kedua belah pihak, sedang membicarakan penyelesaian melalui jalur adat. Itu ranah mereka, kita tidak ikut campur”. Lanjutnya, Polresta Bulungan menangani terkait dengan dugaan tindak pidananya. Sedangkan, Bidang Propam Polda Kaltara menanganai pelanggaran etik/disiplin karena pelaku adalah bagian dari Anggota Polri. Ucap Kapolres Bulungan.
Mengenai kondisi keluarga korban yang masih dalam keadaan duka. sangat disayangkan pernyataan yang disampaikan oleh Kapolresta Bulungan mengenai “Untuk jalur pidana itu langkah terakhir”. Perlu dicatat bahwa anggota Polri merupakan warga sipil bukan termasuk subjek hukum militer, sehingga ada dua sanksi bagi anggota polri yang melakukan tindak pidana yaitu sanksi pidana dan sanksi etik sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam rangka menjamin asas persamaan dihadapan hukum (equality before the law).
Berdasarkan Pasal 12 ayat
(1) huruf a PP No. 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia (PP 1/2003). Dalam ketentuan tersebut dinyatakan bahwa: “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia apabila: dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia”.
Selain itu, apabila anggota Polri melakukan tindak pidana yang mana ancaman hukumannya lebih dari 5 (lima) tahun maka, besar kemungkinan sanksi etik yang dijatuhkan adalah Pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) yang diputuskan melalui Sidang KKEP. Selanjutnya, pertanggungjawaban hukum anggota Polri yang melakukan tindak pidana yaitu mencangkup pertanggungjawaban etik/disiplin dan pertanggungjawaban pidana.
Oleh karenanya, kami meminta kepada Kapolresta Bulungan untuk melakukan pengawasan terhadap proses penyidikan agar tersangka tetap dikenakan pasal 310 UU LLAJ. Lebih jauh, kami mendesak Polda Kaltara untuk segera melakukan sidang etik terhadap pelaku yang mana sanksi dikenakan adalah pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Selanjutnya, kami mengharapkan Polresta Bulungan dan Polda Kaltara melakukan pendekatan progresif untuk menyelesaikan permasalahan kasus laka lantas ini dengan tidak mengenyampingkan prinsip akuntabilitas dan transparan. Sebagai bentuk pertanggungjawaban administratif, moral, hukum serta pelaksanaan sidang peradilan pidana dan sidang etik diharapkan dapat dilakukan secara jelas, terbuka dan sesuai prosedur. Ungkap Ketua Umum PPMS KT