April 24, 2025
Lifestyle

Melacak Jejak Tradisi Buka Puasa Bersama

  • Maret 20, 2025
  • 2 min read
Melacak Jejak Tradisi Buka Puasa Bersama

LIFESTYLE – Selama bulan Ramadan, aktivitas dan jam kerja biasanya berkurang dibandingkan hari biasa. Namun, satu hal yang jelas meningkat adalah kegiatan makan bersama atau buka puasa bersama (bukber).

Undangan bukber biasanya datang dari rekan kerja, teman sekolah/kuliah, atau bahkan anak-anak panti asuhan.

Kegiatan ini terus berlanjut hingga menjadi sebuah tradisi.

Tak jarang, orang non-Muslim pun ikut serta, baik untuk menghormati teman yang berpuasa maupun sekadar berkumpul dengan teman-teman lainnya.

Keberlanjutan tradisi bukber di kalangan umat Islam di Indonesia dapat dipahami sebagai perpaduan antara ajaran Islam dan budaya ketimuran.

Devie Rahmawati, pengamat sosial dari Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa dalam ajaran Islam terdapat hadis yang mendorong umat untuk berbagi makanan dengan orang yang berpuasa.

“Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.”

Hadis ini, menurut Devie, sesuai dengan ajaran Islam yang mengajak umat untuk berlomba dalam kebaikan, yang kemudian bertemu dengan budaya kolektif masyarakat Timur.

Namun, tradisi bukber ini bukanlah sesuatu yang muncul setelah kedatangan Islam ke Indonesia.

Devie menyatakan bahwa sebelum Islam masuk, kondisi geografis dan karakter masyarakat Timur yang suka berkumpul sudah menguatkan kebiasaan ini.

Faktor geografis, seperti cuaca yang hangat, serta karakter sosial masyarakat Timur yang cenderung komunal, sudah menjadi bagian dari DNA mereka.

Devie menambahkan bahwa kebiasaan berkumpul ini sudah ada sejak sebelum kedatangan Islam, dan ajaran Islam justru memperkuat tradisi tersebut.

“Jadi bukan berarti (berkumpul) cuma ada saat ada Islam. Sebelum Islam pun DNA kumpul-kumpul itu sudah ada. Itu kemudian semakin memperkuat kehadiran Islam,” kata dia.

“Terlepas dari adanya bulan suci Ramadan atau tidak, kita melihat masyarakat kita ketika sudah berdiskusi panjang di media sosial, lalu ‘yuk ketemuan yuk’. Itu menunjukkan ciri dari masyarakat komunal,” tutupnya.