Tergiur Upah Tinggi, Ratusan Orang Jadi Korban PMI Ilegal
NUNUKAN – Penyelundupan orang masih terus terjadi di perbatasan Indonesia dengan Malaysia, tepatnya di Nunukan, Kalimantan Utara. Para penyelundup mengiming-imingi upah tinggi sebagai pekerja di ”Negeri Jiran” kepada warga dari berbagai daerah.
Baru-baru ini, Polres Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara), menangkap enam tersangka dengan dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Para tersangka terlibat memfasilitasi dan menampung keberangkatan pekerja migran Indonesia (PMI) secara ilegal.
”Jumlah korban 41 orang, di antaranya 34 orang dewasa dan 7 anak-anak,” ujar Kepala Polres Nunukan Ajun Komisaris Besar Bonifasius Rumbewas, Kamis (14/11/2024).
Boni, sapaan Bonifasius Rumbewas, menyatakan, para tersangka mengiming-imingi gaji besar kepada para korban. Kendati tak ada jaminan, korban berhasil dikelabui sampai akhirnya beberapa korban rela membawa serta anaknya.
Keenam tersangka ditangkap di Nunukan saat memfasilitasi keberangkatan dan menampung para calon PMI ilegal tersebut. Dari pemeriksaan polisi, mereka tidak memiliki legalitas atau izin untuk melakukan kegiatan itu.
Boni menyebut para tersangka mendapat keuntungan dari pemberangkatan PMI melalui jalur tidak resmi.
”Keuntungannya beragam. Ada yang mendapat Rp 400.000 dan yang paling besar Rp 5 juta saat bisa memberangkatkan satu orang,” kata Boni.
Boni mengatakan, keuntungan itu didapat dari mandor atau pemberi kerja di Malaysia yang berjejaring dengan para tersangka. Pihaknya mengatakan, Polda Kaltara telah berkoordinasi dengan Polis Diraja Malaysia pada April 2024.
Kedua pihak sepakat menjaga area perbatasan dari penyelundupan manusia dan barang ilegal. Temuan kasus terbaru ini pun akan dikoordinasikan dengan kepolisian di Malaysia. Harapannya, rantai bisnis TPPO ini bisa diputus dari hulu ke hilir.
Kepala Balai Pelayanan, Penempatan, dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kaltara Komisaris Besar F Jaya Ginting mengatakan, para tersangka menggaet korban dari luar Kaltara.
Sebanyak 14 korban dari Nusa Tenggara Timur, 21 orang dari Sulawesi Selatan, 1 orang dari Sulawesi Tenggara, dan 5 orang dari Sulawesi Barat.
”Semua sudah kami pulangkan ke daerah masing-masing,” kata Ginting.
Dengan adanya kasus tersebut, sepanjang 2024, terdapat 83 calon PMI ilegal yang diselamatkan. Ginting mengatakan, pihaknya melakukan komunikasi dan sosialisasi kepada para korban agar tak lagi termakan iming-iming penyelundupan orang ke luar negeri.
Di Kaltara sendiri, pihaknya berkomunikasi kepada para kepala desa. Sebab, menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI, kepala desa dilibatkan dalam pengurusan dokumen calon PMI. Misalnya, pemerintah desa melakukan verifikasi data dan pencatatan calon PMI.
Untuk itu, pihaknya juga berkolaborasi dengan pemerintah desa agar melaporkan setiap temuan atau kegiatan mencurigakan mengenai perekrutan PMI. Hal itu bisa mengurangi potensi pemberangkatan PMI ilegal di perbatasan. Dari kasus terakhir, laporan dari masyarakat turut membantu penangkapan para penyelundup.
Selain mencegah penyelundupan PMI di perbatasan, koordinasi antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia juga dilakukan. Ginting mengatakan, pada 13 November 2024 BP3MI Kaltara menerima 227 PMI yang dideportasi dari Malaysia, terdiri dari 100 pria, 62 perempuan, 37 anak laki-laki, dan 28 anak perempuan.
Ia mengatakan, sebagian besar deportant punya catatan kasus ilegal, mulai dari narkoba, tindak kriminal, hingga tanpa dokumen. Kasus PMI ilegal yang terbanyak adalah 139 PMI berangkat ke Malaysia tanpa dokumen keimigrasian.
Untuk menekan angka penyelundupan orang di perbatasan, Ginting menyebut BP3MI Kaltara berkoordinasi dan berbagi informasi dengan Polri, TNI, pemerintah desa, dan warga. Sebab, perbatasan Kaltara-Malaysia sepanjang 1.050 kilometer membentang mulai dari pintu resmi, pemukiman warga, sampai hutan.
”Para korban atau deportant itu kami inapkan sementara di rumah susun di Nunukan sebelum dipulangkan ke tempat masing-masing. Kami pun sosialisasi agar tidak lagi jadi korban, agar keluarga mereka tak jadi korban,” tuturnya.